Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan

Aerodrome adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang hanya digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas.

Air traffic advisory service adalah pelayanan saran lalu lintas penerbangan yang diberikan pada ruang udara advisory untuk memastikan terjadinya pemisahan pesawat yang beroperasi sesuai jenis penerbangan IFR.

Air traffic control clearance (ATC Clearance) adalah persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangankepada pesawat udara untuk suatu pergerakan pesawat yang dibutuhkan.

Air-ground communication adalah komunikasi 2 arah antara pesawat udara dengan stasiun yang ada di darat.

Aeronautical telecommunication station adalah sebuah stasiun dalam aeronautical telecommunication service.

Aeronautical telecommunication service. adalah pelayanan telekomunikasi penerbangan.

Air traffic flow management (ATFM) adalah suatu pelayanan lalu lintas yang aman, teratur, cepat dan efisien dengan memastikan kapasitas pengatur lalu-lintas dan kapasitas bandar udara yang digunakan semaksimum/semaksimal mungkin, dan jumlah lalu lintas sesuai dengan kapasitas yang dideklarasikan oleh otoritas ATS Air traffic service adalah sebuah istilah umum yang berarti pelayanan lalu lintas penerbangan yang terdiri dariflight information service, alerting service, air traffic advisory service, air traffic control service (area control service, approach control service atauaerodrorae control service).

Air traffic services unit adalah sebuah istilah umum yang berarti unit penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan yang terdiri dari unit pemanduan lalu lintas penerbangan (Unit ATS), flight information centre atau air traffic services reporting office.

Approach control service adalah pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan untuk kedatangan atau keberangkatan pada penerbangan yang dikendalikan.

Approach control unit adalah sebuah unit yang dibentuk untuk memberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan pada pesawat udara yang datang (arriving aircraft) ataupada pesawat udara yang berangkat (departing aircraft)d\ satu aerodrome atau lebih.

Area control centre adalah unit yang dibentuk untuk memberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan untuk penerbangan yang berada didalam control area yang menjadi tanggungjawabnya.

Area control service adalah pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan untuk penerbangan yang berada dalam control area.

Automatic dependent surveillance — contract (ADS-C) adalah teknologi pengamatan yang menggunakan pemancaran informasi posisi oleh pesawat sebagai dasar pengamatan.

ADS yang fungsinya similar dengan ADS-B hanya penggunaannya yang berdasarkan kontrak.

Change-over point adalah point yang dijadikan referensi bagi pesawat udara untuk merubah referensi fasilitas navigasi VOR dari VOR titik sebelumnya ke fasilitas navigasi lainnya yang ada di depan.

Control area adalah bagian dari ruang udara dikendalikan dengan batas vertikal dan lateral tertantu dimana didalamnya diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan untuk penerbangan IFR.

Controlled aerodrome adalah sebuah aerodrome dimana pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan diberikan kepada aerodrome traffic.

Controlled airspace adalah sebuah ruang udara dimana pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan diberikan sesuai dengan klasifikasi ruang udara.

Control zone adalah bagian dari ruang udara dikendalikan dengan wilayah kewenangannya dari permukaan tana hingga batas atas yang ditentukan.

Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Udara.

Manoeuvring area adalah bagian dari aerodrome yang digunakan pesawat untuk take off / lepas landas, mendarat dan taxi, tidak termasuk apron.

Performance Based Navigation (PBN) adalah area navigasi dengan persyaratan kinerja bagi pesawat udara yang beroperasi sepanjang ATS Route, prosedur pendekatan instrumen atau di dalam ruang udara yang ditentukan.

Penyelenggara Pelayanan adalah badan hukum yang diberi izin oleh Direktur Jenderal untuk memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan.

Navigasi Penerbangan adalah proses mengarahkan gerak pesawat udara dari satu titik ke titik yang lain dengan selamat dan lancar untuk menghindari bahaya dan/ atau rintangan penerbangan.

Strayed Aircraft adalah sebuah pesawat yang telah menyimpang secara signifikan dari track yang dimaksudkan.

Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di atas wilayah daratan dan perairan Indonesia.

Penyelenggaraan Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan di Wilayah Ruang Udara Indonesia, yaitu :

  1. Direktur Jenderal bertanggung jawab dalam pembinaan pelayanan navigasi penerbangan di wilayah ruang udara Indonesia.

  2. Pelayanan lalu lintas penerbangan terhadap pesawat udara yang beroperasi di wilayah ruang udara yang dilayani, diselenggarakan oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan.

  3. Dalam menyelenggarakan pelayanan lalu lintas penerbangan, lembaga penyelenggara wajib memiliki sertifikat penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan sesuai peraturan perundang-undangan.

  4. Ruang udara yang dilayani meliputi:

    1. Wilayah udara Republik Indonesia, selain wilayah udara yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian kerjasama;

    2. Ruang udara negara lain yang pelayanan
      navigasi penerbangannya didelegasikan kepada
      Republik lndonesia; dan

    3. Ruang udara yang pelayanan navigasi
      penerbangannya didelegasikan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional kepada Republik Indonesia.



  5. Pendelegasian pelayanan navigasi penerbangan pada wilayah udara semata-mata berdasarkan alasan teknis operasional dan tidak terkait dengan kedaulatan atas wilayah udara Indonesia serta hanya bersifat sementara.

  6. Pelayanan lalu lintas penerbangan yang diberikan pada ruang udara yang dilayani wajib dipublikasikan melalui publikasi Informasi Aeronautika sesuai ketentuan perundang-undangan.

  7. Pesawat Udara Sipil Indonesia dan Pesawat Udara Sipil Asing yang terbang diruang udara dan sedang dikuasai secara melawan hukum dan/atau dikuasai oleh teroris yang mengancam pusat pemerintahan, pusat ekonomi, obyek vital nasional, dan keselamatan negara dilakukan tindakan intersepsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  8. Ketentuan lebih lanjut terkait tindakan intersepsi diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal.


Tujuan Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan, yaitu :

  1. Mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat udara di udara ;

  2. Mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat udara atau pesawat
    udara dengan halangan (obstruction) di manoeuvring area;

  3. Memperlancar dan menjaga keteraturan arus lalu lintas
    penerbangan;

  4. Memberikan petunjuk dan informasi yang berguna untuk
    keselamatan dan efisiensi penerbangan; dan

  5. Memberikan notifikasi (informasi) kepada organisasi terkait untuk
    bantuan pencarian dan pertolongan (search and rescue) dan
    membantu organisasi tersebut bila diperlukan.


Jenis Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan, yaitu :

  1. Pelayanan lalu lintas penerbangan terdiri dari :

    1. Pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan (air traffic control service), Pelayanan yang diberikan dalam rangka memenuhi tujuan pelayanan lalu lintas penerbangan.

    2. Pelayanan informasi penerbangan (flight information service), pelayanan yang diberikandalam rangka memenuhi tujuan pelayanan lalu lintas penerbangan.

    3. Pelayanan saran lalu lintas penerbangan (advisory service) pelayanan yang diberikan dalam rangka memenuhi tujuan pelayanan lalu lintas penerbangan.

    4. Pelayanan kesiagaan (alerting service), pelayanan yang diberikan dalamrangka memenuhi tujuan pelayanan lalu lintas
      penerbangan.



  2. Pelayanan Pemanduan Lalu Lintas Penerbangan (Air Traffic control servives) dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :

    1. Area control service yaitu pelayanan pemanduan lalu lintas
      penerbangan yang diberikan kepada controlled flight di Area
      penerbangan jelajah.

    2. Approach Control Service yaitu pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan yang diberikan kepada controlled flight untuk pesawat udara yang datang (arriving aircrft) dan pesawat udara yang berangkat (departing aircraft)

    3. Aerodrome Control Service yaitu Pelayanan pemanduan lalu
      lintas penerbangan yang diberikan kepada aerodrome control traffic.



  3. Pelayanan lalu lintas penerbangan ditetapkan dengan
    mempertimbangkan paling sedikit:

    1. jenis lalu lintas penerbangan;

    2. kepadatan arus lalu lintas penerbangan;

    3. kondisi meteorologi;

    4. kondisi sistem teknologi dan topografi; serta

    5. fasilitas dan kelengkapan navigasi penerbangan dipesawat
      udara.




Ruang udara yang dilayani diberikan pelayanan lalu lintas penerbangan sesuai dengan jenis ruang udara terdiri dari:

  1. Controlled airspace merupakan wilayah udara yang diberikan pelayanan lalu lintas penerbangan berupa pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan (air traffic control service), pelayanan informasi penerbangan (flight information service) dan pelayanan kesiagaan (alerting service) dan terbagi atas :

    1. Control Area yang merupakan bagian dari ruang udara dimana didalamnya diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan untuk penerbangan IFR;

    2. Control zone yang merupakan bagian dari ruang udara dimana didalamnya diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan untuk penerbangan IFR;

    3. Aerodrome Traffic Zone yang merupakan aerodrome dimana
      didalamnya diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas
      penerbagan untuk aerodrome traffic.



  2. Uncontrolled airspace merupakan wilayah udara yang diberikan pelayanan lalu lintas penerbangan berupa pelayanan informasi penerbangan (flight information service), pelayanan kesiagaan (alerting service) dan pelayanan saran lalu lintas penerbangan (air traffic advisory service).


Spesifikasi Ruang Udara, yaitu :

  1. Controlled airspace terdiri dari :

    1. Control Area (CTA), yaitu:
      1) Memiliki batas vertikal dengan batas atas FL 600 dan batas bawah FL 245;
      2) Memiliki batas lateral sesuai dengan FIR.

    2. Terminal Control Area (TMA), yaitu:
      1) Memiliki batas vertikal dengan batas atas FL 245 dan batas bawah FL 100;
      2) Memiliki batas lateral disesuaikan dengan mempertimbangkan kemampuan fasilitas telekomunikasi penerbangan dan kebutuhan operasional.

    3. Control Zone (CTR),yaitu:
      1) Memiliki batas vertikal dengan batas atas FL 100 dan batas bawah ground/water;
      2) Memiliki batas lateral disesuaikan dengan mempertimbangkan kemampuan fasilitas telekomunikasi penerbangan dan kebutuhan operasional.

    4. Aerodrome TrafficZone (ATZ), yaitu:
      1) Memiliki batas vertikal dengan batas atas 2500 Ft (Above Ground Level) dan batas bawah ground/water;
      2) Memiliki batas lateral 5 NM atau vicinity of aerodrome.



  2. Uncontrolled airspace terdiri dari :

    1. Flight Information Region (FIR) yaitu wilayah udara dengan
      ketentuan :

      1. memiliki batas vertikal dengan batas atas FL 245 dan batas bawah ground/ water,

      2. memiliki batas lateral sesuai dengan FIR.



    2. Aerodrome Flight Information Zone (AFIZ) yaitu wilayah udara
      dengan ketentuan :

      1. memiliki batas vertikal dengan batas atas 4000 Ft dan batas bawah ground/water;

      2. memiliki batas lateral 5 NM dari titik koordinat alat bantu navigasi penerbangan atau aerodrome reference point (ARP) atau vicinity of aerodrome.






Klasifikasi Ruang Udara terdiri atas:

  1. Klasifikasi ruang udara Kelas A, Klasifikasi ruang udara kelas A memiliki kriteria sebagai berikut:

    1. Hanya digunakan untuk kaidah penerbangan instrumen;

    2. Diberikan separasi kepada semua pesawat udara;

    3. Diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan;

    4. Tidak ada pembatasan kecepatan;

    5. memerlukan komunikasi radio dua arah secara terus menerus (Continuous Direct Control Pilot Communication); dan

    6. Persetujuan pemandu lalu lintas penerbangankepada pilot (Air Traffic Control Clearance).



  2. Klasifikasi ruang udara Kelas B, memiliki kriteria sebagai berikut:

    1. Digunakan untuk kaidah penerbangan instrumen dan visual;

    2. Diberikan separasi kepada semua pesawat udara;

    3. Diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan;

    4. Tidak ada pembatasan kecepatan;

    5. memerlukan komunikasi radio dua arah secara terus menerus (Continuous Direct Control Pilot Communication); dan

    6. Persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot (Air Traffic Control Clearance).



  3. Klasifikasi ruang udara Kelas C, memiliki kriteria sebagai berikut:

    1. Untuk kaidah penerbangan instrumen:

      1. Diberikan separasi kepada:

        1. Antarkaidah penerbangan instrumen; dan

        2. Antara kaidah penerbangan instrumen dengan kaidah penerbangan visual.



      2. Pelayanan yang diberikan berupa:

        1. Layanan pemanduan lalu lintas penerbangan untuk pemberian separasi dengan kaidah penerbangan instrumen; dan

        2. Layanan informasi lalu lintas penerbangan antar kaidah penerbangan visual.



      3. Tidak ada pembatasan kecepatan;

      4. memerlukan komunikasi radio dua arah secara terus menerus (Continuous Direct Control Pilot Communication); dan

      5. Persetujuan pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot (Air Traffic Control Clearance).



    2. Untuk kaidah penerbangan visual :

      1. Diberikan separasi antara penerbangan visual dan penerbangan instrumen;

      2. Pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan;

      3. Kecepatan dibatasi 250 knot pada ketinggian dibawah 10.000 kaki di atas permukaan laut;

      4. memerlukan komunikasi radio dua arah secara terus menerus (Continuous Direct Control Pilot Communication); dan

      5. Persetujuan pemandu lalu lintas penerbangan pilot (Air Traffic Control Clearance).





  4. Klasifikasi ruang udara Kelas D, memiliki kriteria sebagai berikut:

    1. Untuk kaidah penerbangan instrumen:

      1. Separasi diberikan antarkaidah penerbangan instrumen;

      2. Diberikan layanan pemanduan lalu lintas penerbangan dan informasi tentang lalu lintas penerbangan visual;

      3. Kecepatan dibatasi 250 knot pada ketinggian di bawah10.000 kaki di atas permukaan laut;

      4. memerlukan komunikasi radio dua arah secara terus menerus (Continuous Direct Control Pilot Communication); dan

      5. Persetujuan pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot/Air Traffic Control Clearance).



    2. Untuk kaidah penerbangan visual:

      1. Tidak diberikan separasi;

      2. Diberikan informasi lalu lintas penerbangan instrumenkepada penerbangan visual dan antar penerbangan visual;

      3. Pembatasan kecepatan sebesar 250 knot dibawah 10.000 kaki di atas permukaan laut;

      4. memerlukan komunikasi radio dua arah secara terus menerus (Continuous Direct Control Pilot Communication); dan

      5. Persetujuan pemandulalu lintas penerbangankepada pilot (Air Traffic Control Clearance).





  5. Klasifikasi ruang udara Kelas E, memiliki kriteria sebagai berikut:

    1. Untuk kaidah penerbangan instrumen:

      1. Diberikan separasi antarkaidah penerbangan instrumen;

      2. Diberikan layanan pemanduan lalu lintas penerbangan sepanjang dapat dilaksanakan atau informasi lalu lintas penerbangan untuk  penerbangan visual;

      3. Pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah lO.OOOkaki di atas permukaan laut;

      4. memerlukan komunikasi radio dua arah secara terus menerus (Continuous Direct Control Pilot Communication); dan

      5. Persetujuan pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot (Air Traffic Control Clearance).



    2. Untuk kaidah penerbangan visual:

      1. Tidak diberikan separasi;

      2. Diberikan informasi lalu lintas penerbangan sepanjangdapat dilaksanakan;

      3. Pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah lO.OOOkaki di atas permukaan laut;

      4. tidak memerlukan komunikasi radio dua arah secara terus menerus (Continuous Direct Control Pilot Communication); dan

      5. Tidak diperlukan persetujuan pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot (Air Traffic Control Clearance).





  6. Klasifikasi ruang udara Kelas F, memiliki kriteria sebagai berikut:

    1. Untuk kaidah penerbangan instrumen:

      1. Diberikan separasi antar kaidah penerbangan instrumen sepanjang dapat dilaksanakan;

      2. Diberikan bantuan layanan pemanduan lalu lintas penerbangan atau layanan informasi lalu lintas penerbangan;

      3. Pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000 kaki di atas permukaan laut;

      4. memerlukan komunikasi radio dua arah secara terus menerus (Continuous Direct Control Pilot Communication); dan

      5. Tidak diperlukan persetujuan pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot (Air Traffic Control Clearance).



    2. Untuk kaidah penerbangan visual:

      1. Tidak diberikan separasi;

      2. Diberikan layanan informasi penerbangan;

      3. Pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000 kaki di atas permukaan laut;

      4. tidak memerlukan komunikasi radio dua arah secara terus menerus (Continuous Direct Control Pilot Communication); dan

      5. Tidak diperlukan persetujuan pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot (Air Traffic Control Clearance)





  7. Klasifikasi ruang udara Kelas G, memiliki kriteria sebagai berikut:

    1. Untuk kaidah penerbangan instrumen:

      1. Tidak diberikan separasi;

      2. Diberikan layanan informasi penerbangan;

      3. Pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah lO.OOO kaki di atas permukaan laut;

      4. memerlukan komunikasi radio dua arah secara terus menerus (Continuous Direct Control Pilot Communication); dan

      5. Tidak diperlukan persetujuan pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot (Air Traffic Control Clearance)



    2. Untuk kaidah penerbangan visual:

      1. Tidak diberikan separasi;

      2. Diberikan layanan informasi penerbangan;

      3. Pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000 kaki di atas permukaan laut;

      4. tidak memerlukan komunikasi radio dua arah secara terus menerus (Continuous Direct Control Pilot Communication); dan

      5. Tidak diperlukan persetujuan pemandu lalu lintas penerbangan kepada pilot (Air Traffic Control Clearance).






Untuk memberikan Pelayanan lalu lintas penerbangan (air traffic services) dibentuk unit pelayanan lalu lintas penerbangan (air traffic services) yang terdiri dari:

  1. Unit pelayanan lalu lintas penerbangan di aerodrome yang terdiri ;

    1. Aerodrome Control Tower (TWR);

    2. Aerodrome Flight Information Services (AFIS);

    3. Aeronautical Station.



  2. Unit pelayanan lalu lintas penerbangan pada fase jelajah sampai fase pendekatan yang terdiri dari :

    1. Approach Control Unit (APP); dan

    2. Terminal Control Area.



  3. Unit pelayanan navigasi penerbangan jelajah:

    1. Unit pelayanan navigasi penerbangan jelajah dengan pemanduan lalu lintas penerbangan (Area Control Centre/ACC);

    2. Unit pelayanan navigasi penerbangan jelajah dengan pemanduan komunikasi penerbangan (Flight Information Centre/FIC dan Flight Service Station (FSS).




Unit penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan dan Ruang Udara di wilayah Indonesia harus di Identifikasi sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Area Control Center atau Approach control Unit atau Flight Information Center diidentifikasikan dengan nama Kota terdekat atau ciri geografis wilayah setempat.

  2. Aerodrome Control tower diidentifikasikan dengan nama aerodrome dimana unit tersebut berada.

  3. AFIS Unit diidentifikasikan dengan nama aerodrome dimana unit tersebut berada

  4. Aeronautical Station Unit di identifikasikan dengan nama Kota terdekat atau ciri geografis wilayah setempat.

  5. Control zone, Control area atau Flight information region diidentifikasikan dengan nama unit yang memiliki kewenangan pada area tersebut.


Pembentukan dan Identifikasi Jalur Penerbangan, yaitu :

  1. Pada saat pembentukan jalur penerbangan harus disediakan proteksi ruang udara disepanjang jalur penerbangan tersebut serta jarak aman dengan jalur  penerbangan lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

  2. Karena alasan kepadatan, kompleksitas atau sifat pergerakan lalu lintas penerbangan termssuk pengoperasian helicopter dari dan menuju helideck dilepas pantai, dapat dibentuk jalur penerbangan khusus untuk traffic dengan ketinggian rendah.

  3. Ketika menetapkan jarak lateral antar jalur penerbangan sebagaimana dimaksud pada huruf bmaka harus diperhitungkan alat navigasi yang tersedia dan peralatan navigasi yang terdapat pada pesawat udara yang beroperasi.

  4. Jalur penerbangan diidentifikasikan dengan designator.


Pembentukan dan identifikasi significant points, yaitu :

  1. Untuk tujuan penentuan jalur penerbangan dan/atau dalam kaitannya dengan kebutuhan informasi mengenai posisi pesawat udara untuk pelayanan lalu lintas penerbangan dibentuk significant points.

  2. Significant points diidentifikasikan dengan designators.


Pembentukan change-over point, yaitu :

  1. Untuk membantu akurasi navigasi sepanjang segmen rute dapat dibentuk change-over point dengan mengacu pada VOR (very high frequency omni-directional radio ranges);

  2. Pembentukan change-over point sebagaimana dimaksud pada butir a dibatasi pada segmen rute yang memiliki panjang lebih dari 110 km (60 NM) kecuali jika terdapat kompleksitas pada jalur penerbangan, kepadatan alat bantu navigasi atau alasan
    teknis dan operasional lainnya sehingga diperlukan pembentukan change-over point pada segmen jalur penerbangan yang lebih pendek.

  3. Kecuali dibentuk berdasarkan kinerja alat bantu navigasi atau kriteria proteksi frequency, change-over point dibentuk dengan ketentuan:

    1. Pada segmen jalur penerbangan yang lurus change-overpoint dibuat pada titik tengah antara fasilitas;

    2. Pada segmen jalur penerbangan yang berbelok maka change over points dibuat pada titik perpotongan radial antar fasilitas.




Dalam rangka melaksanakan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan penerbangan, perekonomian nasional, pertahanan dan keamanan negara, sosial budaya serta lingkungan udara ditetapkan:

  1. Kawasan udara terlarang(prohibited area);

  2. Kawasan udara terbatas(restricted area);

  3. Kawasan identifikasi pertahanan udara (Air Defence Identification Zone/ADIZ);


Dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan didalam ruang udara yang dilayani ditetapkan kawasan udara berbahaya (danger area).

Dalam rangka pemenuhan sumber daya manusia, pendidikan dan pelatihan dibidang penerbangan ditetapkan kawasan pelatihan terbang (training area).

Setiap kawasan udara terlarang, kawasan udara terbatas atau daerah berbahaya harus diberi identifikasi, sebagai berikut :

  1. Dua karakter pertama dalam bentuk huruf yang mengidentifikasi wilayah Indonesia seperti WI atau WA.

  2. Karakter ketiga dalam bentuk huruf yang mengidentifikasi simbol, huruf P (prohibited) untuk kawasan terlarang, R (restricted) untuk kawasan terbatas, dan D (Danger) untuk kawasan berbahaya;

  3. Karakter keempat dalam bentuk angka, tidak boleh sama satu dan lainnya dalam wilayah Indonesia.


Bila ada penghapusan identifikasi maka identifikasi lama tidak boleh digunakan kembali untuk kurun waktu paling tidak satu tahun setelah waktu penghapusan. Tata cara dan prosedur pembentukan kawasan udara terlarang, kawasan udara terbatas dan kawasan udara berbahaya diatur
sesuai peraturan perundangan.

Waktu yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan lalu lintas penerbangan harus berdasarkan pada Coordinated Universal Time (UTC). Penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan dalam memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan harus dilengkapi dengan penunjuk waktu yang dapat menunjukan waktu dalam jam, menit dan detik dalam format 24 jam serta dapat terlihat dari setiap posisi operasional di unit terkait.

Penunjuk waktu yang digunakan pada unit pelayanan lalu lintas penerbangan dan penunjuk waktu yang digunakan untuk keperluan peralatan perekaman harus diperiksa untuk menjamin keakuratan waktu kurang lebih 30 detik dari waktu UTC.
Ketika komunikasi datalink digunakan dalam pelayanan lalu lintas penerbangan, penunjuk waktu yang digunakan pada unit pelayanan lalu lintas penerbangan dan penunjuk waktu yang digunakan untuk keperluan peralatan perekaman harus diperiksa untuk menjamin keakuratan waktu kurang lebih 1 detik dari waktu UTC.

Keakuratan waktu (correct time) harus diperoleh dari stasiun waktu standard (Standard Time Station)  atau jika tidak memungkinkan dari unit lain yang telah memperoleh waktu dari stasiun tersebut. Aerodrome Control Tower harus memberikan correct time pada penerbang (pilot) sebelum pesawat udara taxi untuk take off, kecuali apabila telah terdapat sumber lain yang dapat digunakan oleh Pilot. Correct time dapat juga diberikan apabila terdapat permintaan dari Pilot.

Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus memastikan bahwa personel pelayanan lalu lintas penerbangan dapat mengerti dan berbicara menggunakan bahasa yang digunakan untuk radiotelephony communications sesuai dengan peraturan perundangan. Koordinasi antar unit pemanduan lalu lintas penerbangan menggunakan standard phraseology sebagaimana diatur pada
peraturan perundangan.

Penyelenggara Pelayanan lalu lintas penerbangan mengusulkan Minimum Flight Altitude pada setiap jalur penerbangan dan control  area kepada Direktur Jenderal untuk selanjutnya divalidasi dan dipublikasikan dalam Publikasi Informasi Aeronautika.

Minimum Flight Altitude harus mempertimbangkan ketinggian minimum diatas obstacle yang ada diwilayah yang akanditetapkan. Tata cara penentuan, penetapan, dan publikasi Minimum Flight Altitude diatur dalam peraturan perundangan.

Direktur Jenderal menetapkan pengoperasian PBN pada ruang udara tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan. Direktur Jenderal menetapkan tipe Required Communication Performance (RCP) yang digunakan pada ruang udara tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sistem referensi umum untuk navigasi penerbangan (Common Reference System) diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Untuk alasan keselamatan penerbangan Direktur Jenderal dapat menetapkan ruang udara dimana pesawat udara diwajibkan untuk membawa dan mengoperasikan pressure altitude reporting transponder, ditetapkan dalam peraturan perundangan dan dipublikasikan melalui Publikasi Informasi Aeronautika. Penentuan dan pelaporan data aeronautika terkait pelayanan lalu lintas penerbangan diatur sesuai peraturan perundang-undangan.

Jika diperlukan, pada suatu aerodrome dapat dibuat jalur standar untuk pesawat udara melakukan taxi menuju atau dari runway, apron dan area pemeliharaan pesawatudara, Jalur standar harus sederhana, dengan jarak terdekat dan jika memungkinkan dirancang untuk menghindari konflik traffic, dan Jalur standar
harus diidentifikasikan dengan designators yang berbeda dengan designators untuk runways dan jalur penerbangan.

Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan wajib memiliki sistem manajemen keselamatan untuk mencapai Acceptable level of safety yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sistem manajemen keselamatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam PKPS bagian 172.

Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan wajib melaksanakan safety assesment pada setiap perubahan yang terkait dengan sistem pelayanan lalu lintas penerbangan termasuk implementasi pengurangan separasi minima atau penggunaan prosedur baru serta baru serta pemasangan peralatan baru yang
berhubungan dengan operasional pelayanan lalu lintas penerbangan dan hal lain yang berhubungan dengan keselamatan penerbangan.

Safety Asessment disampaikan kepada Direktur Jenderal untuk proses verifikasi.
Perubahan sebagaimana dimaksud butir 3 (tiga) hanya dapat diimplementasikan apabila verifikasi menunjukan bahwa Acceptable level of safety dapat terpenuhi dan telah dikoordinasikan dengan pengguna.

Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus melaksanakan post-implementation monitoring terhadap perubahan untuk menjamin terjaganya tingkat keselamatan dan melaporkan kepada Direktur Jenderal. Tata cara dan Prosedur pelaksanaan Safety Asessment dan post implementation monitoring diatur dalam peraturan perundang undangan.

Penyelenggara Pelayanan lalu lintas penerbangan menyusun contingency plan dan emergency plan untuk digunakan ketika terjadi gangguan atau potensi gangguan.
Contigency plan dan emergency plan disampaikan kepada Direktur Jenderal untuk
memperoleh pengesahan. Tata cara dan Prosedur pembuatan contingency plan diatur dalam peraturan perundangan-undangan.

Unit penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus membuat Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA) dengan Unit penyelenggara pelayanan lalu lintas yang berdekatan dan terkait lain yang mencakup prosedur koordinasi dan transfer of control pesawat udara dari satu unit ke unit lainnya. Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA) degan unit ATS disusun sesuai dengan peraturan perundangan.

Untuk memastikan pesawat udara memperoleh informasi meteorologi yang terkini, unit penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus membuat Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA) dengan stasiun meteorologi yang mencakup :

  1. mekanisme penyediaan Informasi meteorologi;

  2. mekanisme pelaporan pada stasiun meteorologi setempat jika terdapat laporan dari pilot atau observasi personel pemandu lalu lintas penerbangan jika terjadi perubahan cuaca signifikan yang tidak termsuk dalam laporan meteorologi;

  3. mekanisme pelaporan jika terjadi pre-erupsi, aktifitas gunung berapi, erupsi dan awan abu vulkanik gunung berapi.


Informasi meteorologi yang harus disediakan stasiun meteorologi setempat kepada unit pelayanan lalu lintas penerbangan sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada PKPS bagian 174;

Untuk menjamin konsistensi informasi tentang abu vulkanik yang terdapat dalam NOTAM dan SIGMET, penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus menjalin koordinasi yang baik dengan meteorological watch offices.

Untuk memastikan pesawat udara memperoleh informasi terbaru terkait perubahan data informasi, maka Unit pelayanan lalu lintas penerbangan harus memiliki Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA) dengan Unit pelayanan Informasi aeronautika bandar udara yang memungkinkan unit pelayanan Informasi aeronautika Bandar Udara memperoleh Informasi untuk
memperbaharui preflight Information dan memenuhi kebutuhan Inflight Information sehingga penyelenggara lalu lintas penerbangan dapat
segera hal berikut:

  1. Informasi mengenai Kondisi Aerodrome;

  2. Status Operational peralatan yang digunakan, pelayanan dan alat bantu navigasi di wilayah tanggungjawabnya;

  3. Terjadinya aktifitas gunung berapi yang telihat oleh personel pelayanan lalu lintas penerbangan atau berdasarkan laporan penerbang (pilot);

  4. Informasi lain yang memiliki dampak signifikan secara operasional.


Sebelum melaksanakan perubahan terhadap sistem penyelenggaraan pelayanan lalu lintas penerbangan, unit penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan yang bertanggung jawab terhadap perubahan tersebut harus memperhitungkan waktu yang dibutuhkan oleh unit pelayanan Informasi Aeronautika untuk mempersiapkan, memproduksi, dan menerbitkan informasi terhadap perubahan yang dilakukan untuk disebarluaskan.

Apabila terjadi perubahan informasi aeronautika yang berdampak pada peta penerbangan dan/atau computer-based navigation systems yang memerlukan publikasi melalui sistem Aeronautical Information Regulation and Control (AIRAC) system, maka unit pelayanan lalu lintas penerbangan harus memperhatikan jadwal tanggal berlaku AIRAC pada saat penyerahan raw data kepada unit pelayanan Informasi aeronautika sesuai ketentuan yang tercantum dalam PKPS bagian 175.

Unit Pelayanan lalu Lintas Penerbangan wajib memiliki Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA) dengan unit penyelenggara bandar udara untuk menjamin Aerodrome Control Tower dan Approach Control Unit memperoleh informasi yang terkini tentang kondisi signifikan yang terjadi di movement area termasuk adanya temporary hazards, serta kondisi status operasional dari fasilitas yang ada di aerodrome.

Unit Pelayanan lalu Lintas Penerbangan wajib memiliki Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA) dengan unit penyelenggara bandar udara dalam hal menetapkan isolated parking area yang akan digunakan dalam kondisi emergency yang mengharuskan suatu pesawat udara dijauhkan dari pesawat lainnya dan/atau dari gedung terminal dan instalasi vital bandar udara yang akan terdampak.

Dalam menetapkan isolated parking area juga ditetapkan jalur menuju isolated parking area dimaksud sehingga tidak akan mengganggu dan membahayakan keselamatan pesawat lainnya serta gedung terminal dan insalasi vital bandar udara. Dalam hal tidak terdapat area yang memadai untuk ditetapkan sebagai
isolated parking area maka unit penyelenggara bandar udara menetapkan suatu lokasi yang dianggap paling terhadap pesawat lainnya dan /atau gedung terminal serta instalasi vital bandar udara.

Unit pelayanan lalu lintas penerbangan wajib memiliki Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA) denganunit penyelenggara telekomunikasi penerbangan untuk menjamin Unit pelayanan lalu lintas penerbangan memperoleh informasi status operasional alat bantu navigasi dan alat
bantu visual yang penting untuk prosedur take off departure, approach dan landing serta untuk pergerakan di darat.

Unit pelayanan lalu lintas penerbangan wajib memiliki Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA) dengan Operator yang beroperasi diwilayahnya untuk menjamin pertukaran informasi terkait pelaporan posisi pesawat udara dan pengoperasian pesawat udara dapat terjalin secara cepat dan tepat sesuai prosedur yang disepakati. Untuk pesawat udara yang mengalami tindakan melawan hukum,
prosedur koordinasi harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum pada ketentuan penanganan kondisi darurat.

Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan melalui koordinasi dengan Direktur Jenderal harus menjalin kerjasama dengan pihak militer yang bertanggung jawab terhadap aktifitas yang dapat memberikan dampak membahayakan penerbangan sipil dalam bentuk Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA). Koordinasi mengenai aktifitas militer yang dapat membahayakan penerbangan sipil.

Perjanjian antara penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan dengan pihak militer terkait harus disusun untuk memastikan terjadinya pertukaran informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan keselamatan dan kelancaran penerbangan sipil.
Penyelenggara lalu lintas penerbangan baik secara rutin atau berdasarkan permintaan harus menyampaikan data mengenai flight plans dan data lainnya terkait penerbangan sipil kepada pihak militer terkait sesuai dengan bentuk Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA) yang disepakati.

Prosedur Khusus dapat dibuat untuk memastikan bahwa :

  1. Unit ATSmendapatkan informasi apabila unit militer mengamati adanya sebuah pesawat udara yang mendekati atau memasuki wilayah dimana terdapat kemungkinan dilakukan penyergapan.

  2. Unit ATS melakukan segala usaha untuk mengkonfirmasi identitas pesawat udarasehingga dapat diberikan panduan navigasi yang diperlukan untuk menghindari penyergapan.


Aktivitas yang berpotensi membahayakan pesawat udara harus dikoordinasikan sedini mungkin dengan unit pelayanan lalu lintas penerbangan terkait sehingga informasi terhadap aktivitas tersebut dapat disebarluaskan sesuai dengan ketentuan PKPS bagian 175. Koordinasi dengan unit pelayanan lalu lintas penerbangan dilakukan untuk menghindari bahaya bagi pesawat udara sipil dan mengurangi gangguan pada pesawat udara yang beroperasi normal.

Dalam membuat pengaturan aktifitas yang berpotensi membahayakan pesawat udara sipil, perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:

  1. Lokasi, area, waktu dan durasi aktifitas yang akan dilaksanakan untuk menghindari adanya deviasi ATS route yang ada, tidak dapat digunakannya ketinggian terbang ekonomis, atau terjadinya delay terhadap pesawat udara berjadwal, kecuali tidak ada pilihan lain.

  2. Dalam hal aktivitas yang berpotensi membahayakan pesawat udara sipil memerlukan suatu ruang udara, maka dalam menetapkan Ukuran ruang udara yang akan digunakan untuk pelaksanaan aktivitas harus dibuat sekecil mungkin.

  3. Tersedianya komunikasi langsung antara unit pelayanan lalu lintas penerbangan dengan organisasi atau unit yang melaksanakan aktivitas yang dapat digunakan pada saat terjadinya emergency pesawat udara sipil atau kondisi lain yang dapat
    mengakibatkan aktifitas tersebut dihentikan.

  4. Jenis aktifitas yang dapat membahayakan penerbangan sipil
    diantaranya :

    1. Pengoperasian balon udara bebas tanpa awak,

    2. Pesawat udara tanpa awak; dan

    3. Pelepasan bahan radioaktif ke atmosfir yang dapat menggangu ruang udara yang digunakan pesawat udara.




Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus memberikan perhatian lebih, bantuan serta prioritas untuk pesawat udara yang diketahui atau diyakinkan sedang mengalami kondisi gawat termasuk kemungkinan terjadinya unlawful interference.

Pesawat udara yang mengalami kondisi emergency dan unlawful interfence, dapat diidentifikasi apabila pesawat udara mengoperasikan/menghidupkan peralatan antara lain ;

  1. Pada Mode A, kode 7700 untuk pesawat udara yang diidentifikasi mengalami emergency;

  2. Pada Mode A, Kode 7500 untuk pesawat udara yang diidentifikasi Unlawful interference;

  3. Aktifasi emergency dan/atau urgency kode yang ada di ADSB atau ADS-C; dan

  4. Mengirimkan appropriate emergency message melalui CPDLC.


Apabila diketahui atau diyakini terdapat pesawat udara yang sedang mengalami unlawful interference, penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus merespon dengan cepat permintaan dari pesawat udara dan memastikan semua informasi yang dibutuhkan untuk penerbangan yang aman dapat diberikan serta memberikan informasi kepada operator maupun unit yang berwenang terkait sesuai ketentuan yang berlaku.

Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus memberikan bantuan apabila diketahui atau diyakinkan terdapat pesawat yang kehilangan posisi (Strayed aircraft), pesawat yang tidak teridentifikasi (unidentified aircraft) dan memberikan informasi kepada unit terkait sesuai prosedur yang berlaku apabila terdapat pesawat sipil yang
diperintahkan untuk keluar dari ruang udara yang dilayani (interception of civil aircraft).

Prosedur penanganan Strayed aircraft sebagai berikut;

  1. Apabila posisi pesawat udara tidak diketahui, unit pelayanan lalu
    lintas penerbangan harus :

    1. memastikan terjalinnya komunikasi dua arah dengan pesawat udara termasuk menggunakan frequency 121.5 MHz, kecuali komunikasi telah terjalin sebelumnya;

    2. menggunakan berbagai macam upaya/cara untuk mengidentifikasikan posisi pesawat udara;

    3. menginformasikan Unit ATS terkait;

    4. menginformasikan pihak militer terkait dan memberikan informasi sesuai prosedur local; dan

    5. meminta bantuan Unit ATS Terkait, pihak militer maupun pesawat udara lain yang sedang terbang untuk dapat berkomunikasi dan menginformasikan posisi Strayed aircraft.



  2. Apabila posisi pesawat udara dapat diketahui, unit pelayanan lalu
    lintas penerbangan harus :

    1. Memberikan saran kepada pesawat udara tentang posisi dan
      corrective action yang harus dilakukan;

    2. Jika diperlukan, memberikan informasi yang berhubungan dengan Strayed aircraft dan saran yang telah diberikan kepada Unit ATS dan pihak militer terkait.




Prosedur yang harus dilakukan unit pelayanan lalu lintas penerbangan dalam penanganan unidentified aircraft sebagai berikut :

  1. memastikan terjalinnya komunikasi dua arah dengan pesawat udara udara termasuk menggunakan frequency 121.5 MHz, kecuali komunikasi telah terjalin sebelumnya;

  2. berkoordinasi dengan Unit penyelenggara pelayanan Lalu Lintas Penerbangan lain didalam FIRyang sama tentang penerbangan dan meminta bantuan Unit penyelenggara pelayanan lalu lintas  penerbangan tersebut untuk melakukan komunikasi dua arah dengan pesawat udara;

  3. berkoordinasi dengan Unit penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan lain pada FIR berdekatan tentang penerbangan terkait dan meminta bantuan Unit penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan tersebut untuk melakukan komunikasi dua arah dengan pesawat udara;

  4. menginformasikan pihak militer terkait dan memberikan informasi sesuai Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA) yang disepakati.


Prosedur yang harus dilakukan Unit penyelenggara pelayanan Lalu Lintas Penerbangan dalam penanganan pesawat sipil yang sedang di perintahkan untuk keluar dari ruang udara yang dilayani (interception of civil aircraft) adalah sebagai berikut:

  1. memastikan terjalinnya komunikasi dua arah dengan pesawat melalui bebagai cara termasuk menggunakan frequency 121.5 MHz, kecuali komunikasi telah terjalin sebelumnya.

  2. menginformasikan kepada pesawat yang di perintahkan untuk keluar dari ruang udara yang dilayani terkait rencana penyergapan.

  3. melakukan komunikasi dengan pihak militer yang melaksanakan penyergapan.

  4. menyampaikan kembali pesan yang dikirimkan oleh pesawat yang melaksanakan penyergapan kepada pesawat yang sedang diperintahkan untuk keluar dari ruang udara yang dilayani.

  5. melakukan koordinasi dengan pihak militer yang melaksanakan penyergapan untuk memastikan keamanan pesawat yang disergap.

  6. menginformasikan unit pelayanan lalu lintas penerbangan di FIR tetangga jika pesawat yang diperintahkan untuk keluar dari ruang udara yang dilayani berasal dari FIR tetangga.


Pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan wajib diberikan untuk:
1. Semua IFR Flight di ruang udara kelas A, B, C, D dan E;
2. Semua VFR Flight di ruang udara kelas B, C dan D;
3. Semua Special VFR Flight;
4. Semua pesawat yang terbang di wilayah controlled aerodrome.

Pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan diberikan oleh unit sebagai berikut:

  1. Area Control Service diberikan oleh :

    1. Area Control Centre; atau

    2. Oleh unit yang menyediakan pelayanan pendekatan (approach control
      service) di wilayah control zone atau control area yang pembentukannya diperuntukkan memberikan approach control service dan tidak ada area control centre yang dibentuk diwilayah tersebut.



  2. Approach Control Service diberikan oleh:

    1. Aerodrome Control Tower atau Area Control Centre jika diperlukan dapat dilakukan penggabungan pelayanan antara approach control services dengan aerodrome control service atau area control service dibawah tanggung jawab salah satu unit;

    2. Approach Control Unit jika diperlukan unit secara terpisah.



  3. Aerodrome Control service diberikan hanya oleh Aerodrome Control Tower.


Didalam memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan, unit penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus :

  1. memiliki informasi yang berkaitan dengan pergerakan setiap pesawat, atau perubahan pergerakan, dan informasi terkini terkait perkembangan posisi pesawat udara;

  2. menetapkan posisi pesawat udara terhadap pesawat udara lainnya berdasarkan informasi yang diperoleh;

  3. menyampaikan clearance dan informasi untuk tujuan mencegah tabrakan antar pesawat yang sedang dikendalikan dan mempercepat serta mempertahankan keteraturan arus lalu lintas penerbangan;

  4. melakukan koordinasi terkait clearance yang diberikan dengan unit lain :

    1. pada saat dimungkinkan pesawat akan mengalami konflik dengan pesawat lain yang dipandu oleh unit pemanduan lalu lintas penerbangan lainnya;

    2. sebelum pemindahan tanggung jawab pengendalian pesawat kepada unit pemanduan lalu lintas penerbangan lainnya.




Informasi pergerakan pesawat termasuk catatan ATC Clearance yang sudah diberikan kepada beberapa pesawat harus ditampilkan sehingga dapat dianalisis untuk menjaga efisiensi arus lalu lintas penerbangan dengan tetap menjaga jarak aman antar pesawat.

Unit pemanduan lalu lintas penerbangan harus dilengkapi dengan alat yang dapat merekam komunikasi dan kondisi suara dilingkungan ruangan pemanduan lalu lintas penerbangan dan rekaman dapat disimpan sekurang - kurangnya selama 24 jam.

Clearance yang diberikan oleh unit pemanduan lalu lintas penerbangan harus memberikan pemisahan/separasi antar :
a. semua penerbangan diruang udara kelas A dan B;
b. penerbangan IFR diruang udara kelas C, D dan E;
c. penerbangan IFR dan VFR di Ruang Udara Kelas C;
d. penerbangan IFR dan penerbangan special VFR.
e. antara penerbangan special VFR.

Terkecuali, jika diminta oleh pesawat untuk ruang udara kelas D dan E  sebuah penerbangan dapat diberikan clearance tanpa adanya separasi yang diberikan pada sebagian segmen penerbangannya yang dilakukan pada kondisi visual meteorological condition (VMC).

Separasiyang diberikan oleh unit pemanduan lalu lintas penerbangan diperoleh melalui salah satu metode sebagai berikut:

  1. separasi vertikal, diperoleh dengan menetapkan ketinggian yang berbeda berdasarkan :

    1. ketinggian pada saat jelajah (cruising) yang sesuai, sebagaimana tercantum pada ketentuan PKPS bagian 91; atau

    2. ketinggian yang dimodifikasi, seperti dijelaskan pada ketentuan PKPS bagian 91 untuk ketinggian diatas FL 410.



  2. separasi horizontal, diberikan dengan cara :

    1. separasi longitudinal, dengan menjaga jarak antar pesawat yang beroperasi pada lintasan yang sama (same track), lintasan yang akan betemu pada satu titik tertentu (converging track), dan lintasan yang saling berlawanan (reciprocal track), diberikan dengan menggunakan satuan waktu atau jarak;

    2. separasi lateral, yaitu dengan cara mempertahankan pesawat pada jalur yang berbeda atau pada letak geografis yang berbeda.

    3. separasi campuran (composite), yaitu dengan cara mengkombinasi antara separasi vertikal dengan separasi lainnya sebagaimana pada butir b diatas, dengan menggunakan separasi kurang dari minima akan tetapi tidak lebih dari setengah dari separasi minima untuk masing - masing jenis separasi. Separasi campuran hanya dapat dilaksanakan berdasarkan perjanjian antar Unit ATS terkait.




Untuk ruang udara dimana pengurangan jarak minima secara vertical (Reduced Vertical Separation Minima (RVSM)) 300 m (1000 feet) diterapkan antara FL 290 sampai dengan FL 410 inclusive, maka :

  1. Pelayanan lalu lintas penerbangan untuk pengurangan jarak minima secara vertical (Reduced Vertical Separation Minima (RVSM)) 300 m (1000 feet) pada ketinggian FL 290 sampai dengan FL 410 inclusive harus sesuai dengan program regional;

  2. Ketentuan lebih lanjut terhadap Pelayanan lalu listas penerbangan untuk RVSM lebih lanjut diatur dalam peraturan perundangan;

  3. Terkait dengan monitoring terhadap height-keeping performance pesawat yang beroperasi pada ketinggian tersebut guna menjamin bahwa pelaksanan RVSM memenuhi ketentuan keselamatan, maka lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan wajib memberikan laporan dan informasi terkait dengan penyimpangan yang terjadi (Large Height Deviation /LHD) dan contoh data lalu lintas penerbangan (Traffic sample data/TSD) kepada agen pemantau (monitoring agent) yang ditunjuk.

  4. Monitoring terhadap height-keeping performance pesawat yang beroperasi pada ketinggian RVSM diatur sesuai peraturan perundangan.


Pemilihan separasi minima untuk digunakan pada suatu ruang udara harus sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Separasi minima harus dipilih sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan Prosedur Regional Tambahan (regional supplementary procedures) yang berlaku, kecuali ketika terdapat penggunaan jenis peralatan yang belum diatur dalam ketetapan-ketetapan ICAO, separasi minima akan diterapkan dengan ketentuan :

    1. Ditetapkan oleh Direktur Jenderal melalui konsultasi dengan penyelenggara pelayanan dan operator penerbangan untuk penerapan separasi pada rute atau ruang udara diwilayah kedaulatan negara Indonesia;

    2. Ditetapkan oleh melalui mekanisme regional air navigation agreement untuk penerapan separasi pada rute atau ruang udara yang berada pada wilayah laut lepas atau wilayah udara tidak bertuan.



  2. Pemilihan separasi minima harus melalui koordinasi dengan pengelola ruang udara yang berdekatan (neighbouring airspace) pada kondisi sebagai berikut :

    1. Pesawat akan melewati dari satu wilayah ruang udara ke wilayah ruang udara lainnya;

    2. Jarak rute lebih dekat dengan batas wilayah ruang udara tetangga daripada jarak separasi minima yang digunakan.



  3. Penjelasan mengenai separasi minima yang digunakan dan area dimana separasi tersebut digunakan harus diinformasikan kepada :

    1. Unit pelayanan lalu lintas penerbangan yang bersangkutan, dan

    2. Pilot dan operator melalui aeronautical information publication, jika separasi yang digunakan berdasarkan pada alat bantu navigasi yang berada di pesawat atau berdasarkan teknik navigasi tertentu.




Tanggung jawab untuk pemanduan individual flight.  Pemanduan terhadap controlled flight hanya dilakukan oleh satu unit pemandu lalu lintas penerbangan pada satu waktu.

Tanggung jawab pemanduan pada sebuah sektor ruang udara. Tanggung jawab untuk pemanduan semua pesawat yang beroperasi pada suatu sektor ruang udara harus berada dalam pemanduan satu unit pemanduan lalu lintas penerbangan. Akan tetapi, pengendalian sebuah pesawat atau beberapa pesawat bisa dilimpahkan pada unit
pemanduan lalu lintas penerbangan lainnya dengan adanya jaminan bahwa semua unit pemanduan lalu lintas penerbangan telah melakukan koordinasi.

Penyerahan tanggung jawab untuk pemanduan terhadap sebuah pesawat harus diserahkan dari satu unit pemanduan lalu lintas penerbangan ke unit yang lain harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut :

  1. Antara dua unit yang memberikan area control service. Penyerahan tanggung jawab yang memberikan area control service dari satu unit ACC ke unit ACC lainnya dilakukan pada waktu dimana pesawat diperkirakan melintasi boundary atau pada titik atau waktu tertentu yang telah disepakati bersama dalam Letter of
    Operational Coordination Agreement (LOCA).

  2. Antara unit yang menyediakan area control service dengan unit yang menyediakan approach control service. Tanggung jawab pemanduan sebuah pesawat dari unit yang menyediakan area control service kepada unit yang memberikan approach control service, dan sebaliknya harus diserahkan pada titik atau waktu yang telah disetujui antar kedua unit dan dituangkan dalam Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA).

  3. Antara unit yang menyediakan approach control service dan aerodrome control tower.

    1. Pesawat datang (arriving aircraft)
      Tanggung jawab pemanduan untuk pesawat yang datang harus diserahkan dari unit yang menyediakan approach control service kepada aerodrome control tower, ketika pesawat:

      1. Pada wilayah sekitar bandar udara (vicinity of aerodrome), dan:

        1. Dipertimbangkan bahwa pendekatan dan pendaratan pesawat akan dilaksanakan secara visual sampai ke permukaan tanah;

        2. Berada pada posisi dimana cuaca VMC sudah tidak akan terganggu lagi.



      2. Pada titik atau ketinggian yang telah ditetapkan, sesuai yang dijelaskan dalam Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA) atau sesuai instruksi dari unit pelayanan lalu lintas penerbangan; atau

      3. Pesawat telah mendarat;

        1. Pada kondisi tertentu, meskipun terdapat approach control unit, area control center dapat mengalihkan tanggung jawab pemanduan pesawat secara langsung kepada unit aerodrome
          control tower dan begitu juga sebaliknya melalui koordinasi terlebih dahulu antar unit terkait dalam hal approach control service diberikan oleh area control center atau aerodrome
          control tower.





    2. Pesawat Berangkat
      Tanggung jawab pemanduan untuk pesawat yang berangkat harus diserahkan dari aerodrome control tower kepada unit yang memberikan approach control service;

      1. Kondisi VMC di sekitar bandar udara:

        1. Sebelum pasawat meninggalkan wilayah sekitar bandar udara (vicinity of aerodrome), atau

        2. Sebelum pesawat memasuki kondisi IMC, atau

        3. Pada titik atau ketinggian yang telah ditentukan sesuai yang dijelaskan pada Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA) atau sesuai instruksi unit pemanduan lalu lintas penerbangan;



      2. Ketika wilayah sekitar bandar udara dalam kondisi IMC:

        1. Segera setelah pesawat berangkat, atau

        2. Pada titik atau ketinggian sesuai yang dijelaskan pada Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA) atau sesuai instruksi dari unit pelayanan lalu lintas penerbangan.








Antar sektor pemanduan atau posisi dalam unit pelayanan lalu lintas penerbangan yang sama. Tanggung jawab pemanduan pesawat harus diserahkan dari satu sector atau posisi ke sector atau posisi yang lain dalam unit pemanduan lalu lintas penerbangan yang sama pada titik, ketinggian atau waktu, sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada instruksi internal unit pemanduan lalu lintas penerbangan.

Tanggung jawab pemanduan pesawat tidak boleh ditransfer dari satu unit pemanduan lalu lintas penerbangan ke unit lain tanpa persetujuan dari unit penerima.

Unit yang memberikan tanggung jawab pemanduan harus berkomunikasi dengan unit penerima tentang hal-hal yang ada pada flight plan dan informasi apapun yang berkaitan dengan penyerahan tanggung jawab pemanduan :

  1. Ketika penyerahan pemanduan menggunakan radar atau data ADS-B, informasi pemanduan yang berkaitan dengan penyerahan pemanduan harus termasuk didalamnya informasi mengenai posisi dan jika dibutuhkan, jalur dan kecepatan
    pesawat, sesuai yang terpantau oleh radar atau ADS-B sesegera mungkin pada saat pengalihan tanggung jawab.

  2. Ketika penyerahan pemanduan menggunakan data ADS-C, informasi pemanduan yang berkaitan dengan pengalihan pemanduan harus termasuk didalamnya posisi empat dimensi dan informasi lainnya yang diperlukan.


Unit penerima harus :

  1. menunjukkan kemampuannya dalam menerima pemanduan pesawat yang disampaikan oleh unit yang menyerahkan, kecuali dengan adanya perjanjian antara dua unit yang bersangkutan, yang menyatakan bahwa ketidak sanggupan unit penerima dalam hal - hal tertentu dapat diterima oleh kedua belah pihak;
    dan

  2. menyiapkan informasi atau clearance berikutnya yang dibutuhkan oleh pesawat pada saat pesawat tersebut di alihkan kepada unit penerima.


Unit penerima harus memberitahu unit yang menyerahkan pemanduan ketika telah terjadi komunikasi dua arah dan atau dengan komunikasi datalink dengan pesawat yang diserahkan, kecuali hal tersebut telah diatur lain melalui perjanjian antar kedua unit.

Prosedur koordinasi yang digunakan, termasuk titik penyerahan pemanduan, harus dijelaskan dalam Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA) dan instruksi dari unit pelayanan lalu lintas penerbangan terkait. Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penyusunan Letter of Operational Coordination Agreement (LOCA) antar unit pemanduan lalu lintas penerbangan diatur dalam peraturan perundangan.

Air traffic control clearances disusun berdasarkan kebutuhan akan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan.

  1. Isi clearance

    1. Air traffic control clearances harus menunjukkan :

      1. Identifikasi pesawat, seperti yang tertera dalam Flight Plan;

      2. Batas clearance;

      3. Jalur penerbangan;

      4. Ketinggian pesawat udara untuk keseluruhan atau sebagian jalur penerbangan dan perubahan ketinggian jika diperlukan.

      5. Instruksi atau informasi lain yang diperlukan seperti manouver
        pendekatan atau keberangkatan, komunikasi dan masa berlaku
        clearance.



    2. Jalur standar keberangkatan dan kedatangan dan prosedur terkait
      lainnya jika diperlukan dapat disusun untuk mendapatkan :

      1. Keselamatan, keteraturan dan kecepatan pergerakan lalu lintas
        penerbangan;

      2. Penjelasan tentang jalur dan prosedur dalam air traffic control
        clearance.





  2. Pengulangan (read-back) dari perijinan (clearance) dan informasi terkait
    keselamatan :

    1. Unit pelayanan lalu lintas penerbangan harus menjamin bahwa flight
      crew mengulang (read-back) setiap bagian dari ATCclearance dan
      instruksi yang diberikan melalui suara. Hal-hal yang harus di readback
      adalah :

      1. Clearance jalur penerbangan;

      2. Clearance dan instruksi untuk memasuki, mendarat, take off
        dari, berhenti pada posisi tertentu, melintas, atau back-track
        landas pacu, dan

      3. Landas pacu yang digunakan, altimeter setting, kode SSR,
        instruksi ketinggian, instruksi heading dan instruksi kecepatan
        baik yang disampaikan pemandu lalu lintas penerbangan atau
        yang terdapat pada siaran ATIS, level transisi.



    2. Unit pelayanan lalu lintas penerbangan harus menjamin bahwa Clearence atau instruksi lain, termasuk clearance kondisional, harus diulang (read-back) atau ditanggapi oleh penerbanguntuk menjamin bahwa mereka dapat mengerti serta akan melaksanakan clearance serta instruksi tersebut.

    3. Pemandu lalu lintas penerbangan harus menyimak pengulangan (read-back) untuk meyakinkan bahwa clearance dan instruksi telah ditanggapi dengan benar oleh penerbang dan harus segera mengambil tindakan apabila terdapat perbedaan dalam read-back yang disampaikan tersebut.

    4. Pengulangan (read-back) dengan suara (voice) tidak diperlukan untuk pesan yang menggunakan CPDLC.



  3. Koordinasi mengenai clearance
    ATC clearance harus dikoordinasikan antara unit pemandu lalu lintas
    penerbangan untuk seluruh atau sebagian jalur penerbangan tertentu
    sebagai berikut :

    1. Pesawat harus diberikan clearance untuk seluruh jalur penerbangan
      menuju bandar udara dimana pesawat tersebut akan mendarat:

      1. Jika memungkinkan, sebelum berangkat, mengkoordinasikan
        clearance dengan semua unit dimana pesawat tersebut akan melintas.

      2. Jika memungkinkan terdapat jaminan yang beralasan bahwa koordinasi awal akan memberikan dampak antara unit-unit dimana pesawat tersebut selanjutnya akan dipandu.



    2. Jika koordinasi tidak dapat dilaksanakan, pesawat udara hanya boleh diijinkan sampai dengan titik dimana koordinasi dapat terjamin; sebelum mencapai titik tersebut, atau pada titik tersebut, pesawat udara harus mendapat clearance selanjutnya, perintah holding dapat diberikan sesuai
      keadaan.

      1. Pesawat Udara harus menghubungi unit ATS berikutnya dengan tujuan untuk mendapatkan clearance berikutnya sebelum memasuki point transfer of control

        1. Ketika pesawat tersebut memperoleh clearance lanjutan, pesawat harus mempertahankan komunikasi dua arah dengan Unit ATS yang saat itu memandunya.

        2. Clearance yang disampaikan sebagai clearance lanjutan harus disampaikan secara jelas kepada pilot.

        3. Kecuali telah dikoordinasikan, clearance lanjutan tidak boleh
          memberikan pengaruh terhadap profil terbang pesawat pada
          berbagai ruang udara, selain itu pemandu lalu lintas penerbangan bertanggung jawab dalam penyampaian clearance lanjutan.

        4. Jika dapat dilakukan, dan jika komunikasi data link digunakan untuk penyampaian clearance lanjutan, komunikasi dua arah antara pilot dengan unit ATS yang memberikan clearance lanjutan harus tersedia.





    3. Ketika pesawat udara akan berangkat dari sebuah bandar udara yang terdapat pada control area untuk memasuki control area lain dalam waktu 30 menit, atau pada waktu tertentu yang telah disepakati antara area control centre terkait, kooordinasi dengan area control berikutnya harus terjalin sebelum pemberian clearance keberangkatan.

    4. Ketika pesawat udara akan meninggalkan control area untuk penerbangan di luar controlled airspace, dan selanjutnya akan memasuki kembali control area, clearance dari titik keberangkatan menuju bandar udara tujuan dapat diberikan. Clearance atau revisi clearance hanya dapat diberikan pada pesawat udara pada controlled airspace.




ATFM diimplementasikan pada ruang udara dimana permintaan lalu lintas penerbangan melebihi kapasitas yang telah ditentukan sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan.

Pergerakan orang dan kendaraan termasuk pesawat yang ditarik di manoeuvring area pada sebuah bandar udara harus dipandu oleh aerodrome control tower untuk menghindari bahaya bagi mereka atau bagi pesawat udara yang mendarat, taxi ataupun lepas landas.

Kondisi dimana prosedur jarak pandang terbatas (low visibility) digunakan :

  1. Orang dan kendaraan yang bergerak di manoeuvring area harus dibatasi seminimal mungkin, dan perhatian khusus harus diberikan untuk melindungi ILS/MLS sensitive area ketika precision approach category II atau III digunakan.

  2. Separasi minima antara kendaraan dengan pesawat yang sedang taxi harus dijaga dengan memperhitungkan alat bantu yang tersedia.

  3. Ketika terdapat ILS dan MLS kategori II atau kategori III digunakan pada runway yang sama secara berkelanjutan, area kritis dan sensitive dari ILSatau MLSharus dilindungi.


Kendaraan darurat yang akan memberikan bantuan kepada pesawat darurat, harus diberikan prioritas utama dibandingkan pergerakan didarat lainnya. Kendaraan pada manouvering area harus mematuhi peraturan sebagai berikut:

  1. Kendaraan dan kendaraan yang menarik pesawat harus memberikan jalan kepada pesawat yang mendarat, lepas landas atau taxi;

  2. Kendaraan harus memberikan jalan kepada kendaraan lain yang menarik pesawat;

  3. Kendaraan harus memberikan jalan kepada kendaraan lain seperti instruksi unit ATS.


Dalam penggunaan radar dan ADSB , penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus menjamin tersedianya sistem peringatan dan kewaspadaan (alert and warning) termasuk didalamnya conflict alert, conflict prediction, minimum safe altitude warning, dan peringatan terjadinya duplikasi SSR code yang tidak diinginkan.

Pada kondisi dimana semua atau sebagian manoeuvring area tidak dapat dilihat secara visual, SMR dapat digunakan sesuai yang tercantum pada peraturan perundangan, atau peralatan penginderaan lain yang sesuai harus digunakan dengan tujuan untuk :

  1. Memonitor pergerakan pesawat udara dan kendaraan di maneouvring area;

  2. Memberikan informasi arah kepada pilot dan pengemudi kendaraan jika diperlukan;

  3. Memberikan saran dan bantuan untuk keselamatan dan kelancaran pergerakan pesawat dan kendaraan di maneouvring area.


Flight information service harus diberikan kepada semua pesawat yang dapat terpengaruh oleh informasi yang akan disampaikan serta pesawat yang :

  1. diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan;

  2. pesawat lain yang menurut unit ATS yang bersangkutan.


Pada saat pemberian informasi penerbangan, keputusan terakhir tentang pengoperasian pesawat tetap menjadi tanggung jawab pilot in command.

Pada kondisi dimana unit pelayanan lalu lintas penerbangan memberikan pelayanan informasi penerbangan maupun pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan, pemberian pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan harus diutamakan daripada
pelayanan informasi penerbangan.

Pelayanan informasi penerbangan memberikan informasi yang mencakup hal - hal berikut:

  1. Informasi SIGMET dan AIRMET;

  2. Informasi mengenai aktivitas pre-erupsi vulkanik, erupsi vulkanik dan awan abu vulkanik;

  3. Informasi terkait pelepasan bahan-bahan radio aktif ke atmosfir atau bahan kimia beracun;

  4. Informasi mengenai perubahan kemampuan alat navigasi;

  5. Informasi mengenai perubahan kondisi aerodrome dan fasilitasnya, termasuk informasi mengenai movement area yang terpengaruh akibat dari salju, es atau adanya kedalaman air yang signifikan;

  6. Informasi pada balon udara tanpa awak dan informasi lainnya yang berakibat terhadap keselamatan.


Pelayanan informasi penerbangan yang diberikan untuk penerbangan juga harus
memberikan informasi mengenai antara lain:

  1. Kondisi cuaca yang dilaporkan atau di ramalkan pada bandar udara keberangkatan, tujuan dan alternative;

  2. Bahaya akan tabrakan, untuk pesawat udara yang beroperasi pada wilayah udara kelas C, D, E, F dan G;

  3. Untuk penerbangan diatas wilayah perairan jika memungkinkan atau diminta oleh pilot informasi terkait lainnya harus disampaikan,seperti radio Call Sign, Posisi, jalur yang digunakan, kecepatan dll.


Pelayanan informasi penerbangan yang diberikan kepada penerbangan VFR harus memberikan informasi mengenai traffic, dan kondisi cuaca sepanjang jalur penerbangan dimana pengoperasiannya menggunakan VFR.

Penyiaran Operasional Pelayanan Informasi Penerbangan (OFIS) Penggunaan :

  1. Informasi meteorologi dan informasi operasional menegenai alat bantu navigasi dan aerodroms termasuk didalam FIS, apabila dimungkinkan disediakan dalam sebuah bentuk;

  2. Dimana pengoperasian FIS dikirimkan sebaiknya kepada pesawat udara, dikirimkan dengan (isi/muatan) content, dan selama fase terbang;

  3. OperasionalF/S Broadcast, pada saat disediakan sebaiknya terdiri dari pesan-pesan yang berisi informasi didalamnya mengenai operasional dan elemen-elemen meteorologi yang berkaitan pada berbagai macam fase terbang. Pengiriman ini
    sebaiknya terdiri dari 3 tipe misalnya HF, VHF dan ATIS;

  4. Menggunakan pesan OFIS pada request dan replay transmisi ketika diminta oleh penerbang, pesan-pesan OFIS sebaiknya dikirimkan oleh unit ATS yang berkaitan.


Ketika terdapat HF OFIS Bradcast:

  1. Informasi sebaiknya yang sesuai dengan kesepakatan wilayah navigasi udara;

  2. Aerodrome dimana laporan dan ramalan yang termasuk didalamnya harus ditentukan kesepakatan wilayah navigasi udara;

  3. Urutan waktu dari station-station yang tergabung dalam broadcast atau pengiriman sebaiknya ditentukan oleh kesepakatan wilayah navigasi udara;

  4. Pesan-pesan HV OFIS B sebaiknya diambil berdasarkan pertimbangan operator. Pengiriman pesan sebaiknya tidak melebihi panjang dari waktu yang di alokasikan
    berdasarkan kesepakatan wilayah navigasi udara, yang harus diperhatikan adalah kemampuan pembacaan yang tidak menganggu kecepatan dari pengiriman;

  5. Masing-masing pesan aerodrome sebaiknya diidentifikasi atau ditentukan dengan nama dari aerodrome dimana informasi tersebut dipergunakan;

  6. Pada saat informasi tidak dapat diterima pada waktu penyiaran, informasi terakhir yang dimungkinkan sebaiknya dimasukkan bersamaan dengan waktu dari observasi tersebut;

  7. Pengiriman pesan secara penuh sebaiknya diulangi jika hal itu memungkinkan dengan catatan waktu yang diberikan dari station yang dikirimkan;

  8. Pengiriman informasi atau penyiaran sebaiknya ditingkatkan secepatnya jika terjadi perubahan yang significant; dan

  9. Pesan HF OFIS sebaiknya disiapkan dan disebarkan oleh sebagian besar unit2 yang terkait pada masing2 negara.


Perkembangan yang dinantikan dan mengadopsi bentuk yang lebih cocok terhadap kemampuan berbicara yang digunakan diseluruh dunia terdapat dalam komunikasi Aeronautical Radiotelephony, Penyiaran HF OFIS yang mengenai aerodrome yang ditunjuk untuk digunakan pelayanan udara internasional sebaiknya menggunakan bahasa Inggris. HF OFIS B dapat digunakan lebih dari l(satu) bahasa, sebuah saluran yang berbeda sebaiknya digunakan untuk masing-masing bahasa.

Pesan-pesan HF OFIS B sebaiknya terdiri dari informasi-informasi dibawah ini, seperti yang ditentukan kesepakatan wilayah navigasi udara, yaitu :

  1. Informasi cuaca pada saat en-route sebaiknya terdapat dalam bentuk yang tertera pada SIGMET seperti yang di jelaskan pada PKPS 174;

  2. Yang termasuk informasi aerodrome adalah:

    1. Nama aerodrome;

    2. Waktu observasi;

    3. Informasi operasional yang penting;

    4. Arah angin dan kecepatan; jika dimungkinkan kecepatan maksimum angin;

    5. Jarak pandang; dan jika memungkinkan Jarak Pandang Runway (RVR);

    6. Kondisi cuaca pada saat itu;

    7. Awan dibawah 1500m atau 5000 feet atau dibawah Minimum sector altitude yang lebih tinggi, yang mana lebih besar; comulusnimbus; jika langit dalam keadaan gelap, jarak pandang vertikal dapat digunakan;

    8. Perkiraan cuaca Bandar Udara.




VHF operational fight information service (OFIS) Broadcast

  1. VHF OFIS Broadcast sebaiknya disediakan seperti yang ditentukan oleh kesepakatan wilayah navigasi udara.

  2. Bilamana penyiaran seperti itu akan dilengkapi:

    1. Bandar udara yang mana pelaporan dan ramalannya telah ditentukan oleh kesepakatan wilayah navigasi udara;

    2. Tiap pesan bandar udara agar dapat diidentifikasikan dengan menggunakan nama dari bandar udara yang mengirimkan pesan tersebut.

    3. Apabila informasi belum dapat diterima pada waktunya untuk disiarkan, informasi terakhir yang tersedia sebaiknya termasuk bersama dengan waktu observasi tersebut;

    4. Penyiaran sebaiknya terus menerus dan berulang;

    5. Pesan penyiaran VHF OFIS sebaiknya diambil berdasarkan pertimbangan operator. Pengiriman pesan sebaiknya, apabila dapat dilaksanakan, tidak lebih dari 5 (lima) menit, yang harus diperhatikan adalah kemampuan pembacaan yang tidak menganggu kecepatan dari pengiriman;

    6. Penyiaran pesan sebaiknya diperbaharui berdasarkan jadwal yang telah ditentukan oleh kesepakatan wilayah navigasi udara sebagai tambahan sebaiknya dapat diperbaharui langsung secara cepat apabila terjadi
      perubahan yang signifikan;

    7. Pesan VHF OFIS sebaiknya dapat dipersiapkan dan disebarkan oleh unit-unit yang paling pantas yang ditunjuk ditiap negara.



  3. Perkembangan yang dinantikan dan mengadopsi bentuk yang lebih cocok terhadap kemampuan berbicara yang digunakan diseluruh dunia terdapat dalam komunikasi Aeronautical Radiotelephony, Penyiaran VHF OFIS yang mengenai aerodrome yang ditunjuk untuk digunakan pelayanan udara internasional sebaiknya menggunakan bahasa Inggris.

  4. Dimana VHF OFIS B dapat digunakan lebih dari 1 bahasa, maka saluran yang berlainan sebaiknya digunakan untuk tiap-tiap bahasa.

  5. Pesan - pesan penyiaran VHF OFIS sebaiknya terdiri dari informasi- informasi dibawah ini:

    1. Nama bandar udara

    2. Waktu observasi;

    3. Landasan mendarat;

    4. Kondisi permukaan landasan yang signifikan dan, jika memungkinkan, aksi pengereman

    5. Perubahan dalam negara pengopersian peralatan navigasi, apabila dimungkinkan;

    6. Penundaan holding, jika dimungkinkan;

    7. Arah permukaan angin dan kecepatan jika dimungkinkan kecepatan maksimum angin;

    8. Jarak pandang; dan jika memungkinkan Jarak Pandang Runway (RVR);

    9. Kondisi cuaca pada saat itu;

    10. Awan dibawah 1500m atau 5000 feet atau dibawah MSA yang lebih tinggi, yang mana lebih besar; comulusnimbus; jika langit dalam keadaan gelap, jarak pandang vertikal dapat digunakan;

    11. Temperatur udara;

    12. Temperatur titik embun (dew point);

    13. QNH Altimeter Setting;

    14. Informasi tambahan dalam kondisi cuaca yang terbaru pada opersi yang signifikan, dimana diperlukan, wind shear,

    15. Ramalan kecenderungan, apabila dapat digunakan; dan

    16. Memberitahukan pesan-pesan SIGMET yang terbaru.




Penyiaran Voice ATIS

  1. Penyiaran Voice ATIS sebaiknya diberikan kepada bandar udara dimana terdapatnya permintaan untuk mengurangi beban komunikasi pada saluran komunikasi ATS VHF diudara dan didarat. Apabila diperlukan, hal tersebut terdiri
    dari:
    1) Satu alat penyiaran pada pesawat datang, atau;
    2) Satu alat penyiaran pada pesawat berangkat, atau;
    3) Satu alat penyiaranbaik pada pesawat yang datang maupun yang akan berangkat; atau
    4) Dua peralatan penyiaran pada pesawat yang datang dan yang berangkat secara berurut-urut pada bandar udara tersebut dimana jarak dari peralatan broadcast baik pada saat pesawat datang dan berangkat akan sering menjadi panjang.

  2. Siaran ATIS sebaiknya menggunakan frekuensi VHF, jika tidak tersedia boleh juga ditransmisikan disaluran suara di tempat yang paling tepat di terminal alat bantu navigasi, lebih tepat biasanya adalah VOR, menyediakan jarak dan jangkauan yang sama dengan pancaran navigasi dan ini tersiar secara terus menerus dan bergantian dengan pancaran VOR sehingga tidak saling mendahului.

  3. Siaran suara ATIS jangan dipancarkan menggunakan pancaran ILS.

  4. Ketika ATIS tersedia suaranya harus bersambung dan tidak boleh putus-putus.

  5. Informasi yang terdapat didalamnya harus sesering mungkin diketahui oleh Unit ATS, berkaitan dengan informasi untuk pendekatan, mendarat dan tinggal landas, apalagi jika yang diinformasikan tersebut bukan dibuat oleh unit terkait.

  6. Suara ATIS sebaiknya menggunakan bahasa inggris.

  7. Jika suara ATIS tersedia dalam berbagai bahasa sebaiknya dipilih salah satu.

  8. Siaran suara ATIS sebaiknya praktis, tidak lebih cepat dari 30 detik dan juga tidak disamakan dengan pancaran alat bantu navigasi, siaran ATIS harus juga memperhatikan performa manusia.


D -ATIS (Data link ATIS)

  1. Ketika ATIS disiarkan formatnya harus sama dengan format ATIS yang disiarkan sebelumnya.

    1. Ketika informasi cuaca terkini dimasukan dan ada parameter yang berubah, maka disampaikan dengan menggunakan format yang sama.

    2. Ketika ATIS dan D-ATIS isinya dirubah maka harus dirubah secara bersamaan.




ATIS (suara/ voice dan atau data link)

  1. Apabila Voice - ATIS dan/atau D- ATIS disajikan:

    1. Komunikasi informasi harus terkait dengan satu bandar udara.

    2. Informasi harus diperbaharui secepatnya ketika ada perubahan yang dirasa penting untuk disampaikan.

    3. Persiapan dan penyampaian pesan ATIS harus menjadi tanggung jawab Unit ATS.

    4. Identitas pesan ATIS harus menggunakan pengucapan urutan abjad (alphabet) format ICAO, dan diberlakukan konsekutif terhadap siaran ATIS dengan menggunakan format ICAO.

    5. Pesawat sebaiknya memberitahu informasi yang diterima dari ATIS ketika telah terjalin komunikasi dengan Approach dan Tower.

    6. Unit ATS dalam kerangka pesawat datang alangkah baiknya Unit ATS
      menyediakan informasi tentang pengesetan alat ketinggian.

    7. Informasi meteorologi harus dikumpulkan dari kantor meteo setempat secara rutin.



  2. Ketika terjadi perubahan kondisi meteo.masukan kedalam informasi kondisi cuaca di siaran ATIS, pesan ATIS harus mengindikasikan kondisi cuaca yang relevan dengan kondisi sebenarnya dan juga harus diberikan kontak awal oleh Unit
    ATS.

  3. Informasi yang terkandung dalam ATIS, ditujukan langsung ke pesawat.dengan tidak terkecuali penyampaian alat setting ketinggian dan juga harus sering diperbaharui.


Isi ATIS sebaiknya seperti memberi briefing untuk contoh informasi yang sudah terdapat pada AIP dan NOTAM, hanya diberikan jika ada kejadian khusus.

ATIS untuk kedatangan dan keberangkatan pesawat, Pesan ATIS harus mengandung informasi kedatangan dan keberangkatan dan harus mengandung beberapa elemen
informasi tersebut dibawah ini:

  1. Nama bandar udara;

  2. Indikasi kedatangan dan keberangkatan;

  3. Tipe kontrak, jika komunikasi lewat D-ATIS;

  4. PembuatATIS;

  5. Waktu observasijika diperlukan;

  6. Tipe pendaratan yang diinginkan;

  7. Runway yang digunakan;

  8. Keadaan permukaan landasan, jika diperlukan;

  9. Delay holding (Menunggu penundaan) jika perlu;

  10. Level transisi jika digunakan;

  11. Informasi penting untuk operasional;

  12. Kondisi angin permukaan, termasuk variasinya

  13. Jarak pandang,RVR;

  14. Cuaca saat ini;

  15. Awan dibawah 1500 m atau 5000 feet atau dibawah MSA (minimal ketinggian sector);

  16. Temperature udara

  17. Temperature titik embun (dew point);

  18. Pengesetan alat ukur ketinggian;

  19. Informasi tentang keadaan fenomena meteorologi yang signifikan dalam approach dan lintas area termasuk keberadaan windshear, dan informasi tentang kondisi cuaca yang signifikan dalam pengoperasian pesawat udara;

  20. Perkiraan cuaca;

  21. Instruksi khusus ATIS.


ATIS untuk pesawat yang datang, terdiri dari :

  1. Nama aerodrome;

  2. Indikator Kedatangan;

  3. Tipe kontrak, jika komunikasi lewat D-ATIS;

  4. Designator;

  5. Waktu observasi;

  6. Tipe approach yang akan digunakan;

  7. Runway yang sedang digunakan;

  8. Kondisi permukaan runway;

  9. Holding delay, jika ada;

  10. Transition level, jika ada;

  11. Informasi operasional penting lainnya;

  12. Arah dan kecepatan angin;

  13. Jarak pandang dan jika memungkinkan RVR;

  14. Kondisi cuaca terakhir;

  15. Awan dibawah 1500 m (5000 ft) atau dibawah minimum sector altitude tertinggi dan vertical visibilityjika memungkinkan;

  16. Temperatur Udara;

  17. Temperatur titik embun (dewpoint);

  18. Altimeter Setting;

  19. Informasi tentang keadaan fenomena meteorology yang signifikan dalam approach dan lintas area termasuk keberadaan windshear, dan informasi tentang kondisi cuaca yang signifikan dalam pengoperasian pesawat udara;

  20. Perkiraan cuaca;

  21. Instruksi khusus ATIS.


ATIS untuk pesawat yang berangkat, terdiri dari :

  1. Nama aerodrome;

  2. Indikator keberangkatan;

  3. Tipe kontrak, jika komunikasi lewat D-ATIS;

  4. Designator;

  5. Waktu Observasi;

  6. Runway yang sedang digunakan untuk lepas landas;

  7. Kondisi permukaan runway untuk lepas landas;

  8. Delay Keberangkatan, jika ada;

  9. Transition Level, jika ada;

  10. Informasi Operasional penting lainnya;

  11. Arah dan kecepatan angin;

  12. Jarak pandang dan jika memungkinkan RVR;

  13. Kondisi cuaca terakhir;

  14. Awan dibawah 1500 m (5000 ft) atau dibawah minimum sektor altitude tertinggi dan visibility vertical jika memungkinkan;

  15. Temperatur Udara;

  16. Temperatur titik embun (dew point);

  17. Altimeter setting;

  18. Informasi tentang keadaan fenomena meteorology yang signifikan termasuk keberadaan windshear, dan informasi tentang kondisi cuaca yang signifikan dalam pengoperasian pesawat udara;

  19. Perkiraan cuaca;

  20. Instruksi khusus ATIS;


Penyiaran Volmet dan D - Pelayanan Volmet

  1. HF dan / atau VHF VOLMET Broadcasts dan/ atau D- VOLMET service harus diberikan jika ada perjanjian navigasi regional.

  2. VOLMET Broadcasts harus menggunakan Pharaseologies radio telephony yang baku.


Pelayanan kesiagaan (Alerting Services) harus diberikan kepada :

  1. Semua pesawat yang diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan;

  2. Jika memungkinkan kepada semua pesawat lain yang telah mengisi flight plan;

  3. Pesawat yang diyakini mengalami Air Traffic Services


Flight Information Centre (FIC) atau Area Control Centre (ACC) merupakan unit yang menjadi pusat pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pesawat yang emergency di ruang udara yang dilayaninya kemudian meneruskan informasi tersebut kepada
Rescue Coordination Centre (RCC).

Ketika emergency terjadi di unit Aerodrome Control tower atau Approach Control, maka unit terkait harus melaporkannya kepada FIC atau ACC terkait untuk diteruskan kepada RCC. Pada saat terjadi kondisi urgency, Aerodrome Control tower atau Approach Control Unit yang bertanggung jawb harus menginformasikan dan mengambil langkah lain yang dibutuhkan untuk menginformasikan pada unit emergency dan rescue local yang dapat memberikan bantuan yang dibutuhkan dengan segera.

Unit pelayanan lalu Lintas Penerbangan harus menginformasikan dengan segera ketika terjadi pesawat yang mengalami emergency dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Uncertainty phase, ketika ;

    1. Pemandu lalu lintas penerbangan tidak menerima informasi dari pesawat dengan periode 30 (tiga puluh) menit setelah waktu komunikasi seharusnya diterima atau dari waktu dimana seharusnya komunikasi pertama kali
      harus diterima;

    2. Pesawat gagal mendarat dalam kurun waktu 30 (tiga puluh) menit dari Estimate Time Arrival yang disampaikan pesawat atau yang di perkirakan oleh pemandu lalu lintas penerbangan, kecuali diperoleh informasi akan
      keselamatan pesawat dan penumpang.



  2. Alert Phase di declare pemandu lalu lintas penerbangan, ketika;

    1. Setelah fase ketidakpastian (uncertaninty phase), pemandu lalu lintas penerbangan telah melakukan berbagai upaya untuk menjalin komunikasi dengan pesawat atau meminta informasi dari sumber-sumber yang relevan namun berita tentang pesawat tidak dapat diperolah;

    2. Pesawat telah diberikan instruksi mendarat dan gagal mendarat dalam waktu 5 (lima) menit dari waktu perkiraan pesawat mendarat (estimate time of landing) dan tidak dapat dijalin kembali komunikasi dengan pesawat;

    3. Pemandu lalu lintas penerbangan menerima informasi bahwa terjadi ganguan operasi di pesawat namun tidak mengakibatkan terjadinya pendaratan darurat, kecuali ada bukti diketahui bahwa keselamatan pesawat dalam bahaya;

    4. Pemandu lalu lintas penerbangan telah memperoleh informasi dan diyakini bahwa pesawat mengalami Unlawful Interference.



  3. Distress Phase, ketika :

    1. Pemandu Lalu lintas Penerbngan tidak dapat menjalin upaya komunikasi dengan pesawat dan lebih jauh lagi diketahui kemungkinan pesawat mengalami distress;

    2. Pemandu lalu lintas penerbangan memperoleh informasi bahwa bahan bakar yang dibawa telah berkurang secara significan atau tidak cukup untuk mecapai tempat tujuan;

    3. Pemandu lalu lintas penerbangan menerima Informasi bahwa terjadi ganguan operasi di pesawat yang dapat mengakibatkan terjadinya pendaratan darurat;

    4. Pemandu lalu lintas penerbangan telah memperoleh informasi bahwa pesawat mengalami pendaratan darurat namun tidak mengakibatkan kerusakan parah pada pesawat dan penumpang serta tidak memerlukan bantuan dengan segera




Informasi yang diberikan dari unit pelayanan lalu lintas penerbangan kepada rescue Coordination centre, harus mencakup informasi sebagai berikut :

  1. Phase emergency (INCERFA, ALERFA, atau DESTRESFA);

  2. Agency dan orang yang mengabarkan;

  3. Nature emergency;

  4. Informasi penting dari Flight Plan;

  5. Unit yang melakukan komunikasi terakhir, waktu dan cara yang digunakan;

  6. Posisi laporan terakhir dan cara menentukannya;

  7. Warna dan tanda khas dari pesawat;

  8. Barang berbahaya yang dibawa di kargo;

  9. Tindakan yang sudah dilakukan unit pelapor; dan

  10. Hal-hal lain yang diperlukan.


Unit pelayanan lalu lintas penerbangan yang memberikan pelayanan dengan metode surveillance harus segera menginformasikan unit terkait, jika ditemukan terdapat pesawat yang hilang dari layar monitor secara tiba-tiba.

Unit pelayanan lalu lintas penerbangan harus menginfromasikan dengan segera kepada RCC, apabila :

  1. Terdapat informasi tambahan yang terkait dengan phase emergency;

  2. Informasi yang menyatakan bahwa situasi emergency pada pesawat sudah tidak terjadi lagi


Unit pelayanan lalu lintas penerbangan harus menggunakan fasilitas komunikasi yang tersedia untuk berupaya dan memastikan terjalinnya komunikasi dengan pesawat yang mengalami emergency dan meminta informasi pada pesawat.

Pemandu lalu lintas penerbangan harus memprotting didalam peta penerbangan rute penerbangan pesawat yang mengalami kondisi emergency dan pesawat lain yang beroperasi di sekitar pesawat tersebut.

Ketika Flight Information Centre (FIC) atau Area Control Centre (ACC) meyakini terdapat pesawat yang mengalami emergency, maka informasi tersebut harus disampaikan terlebih dahulu kepada Operator sebelum disampaikan ke RCC.

Semua Informasi yang disampaikan oleh Flight Information Centre (FIC) atau Area Control Centre (ACC) kepada RCC harus sedapat mungkin disampaikan pula ke Operator pesawat udara.

Ketika Unit Pelayanan lalu lintas penerbangan menyatakan sebuah pesawat mengalami emergency, pesawat lain yang berada disekitar pesawat tersebut harus diinformasikan sebab emergency secepatnya kecuali jika pesawat yang mengalami emergency tersebut diyakini atau dipercayai sedang mengalami unlawful Interference.

Unit Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan harus menggunakan Radiotetephony dan/atau datalink pada komunikasi antar penerbang dengan personel pemandu lalu lintas penerbangan (Air - Ground communicarion)dan menggunakan direct-speech dan/atau data link communication untuk komunikasi antar Unit pelayanan Lalu Lintas
Penerbangan.

Fasilitas komunikasi harus  dilengkapi dengan recording pada semua channel dan dapat
menyimpan data sekurangnya 30 (tiga puluh) hari. Ketentuan lebih lanjut mengenai recording pada fasilitas komunikasi penerbangan diatur dalam peraturan perundangan.

Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus menjamin tersedianya komunikasi antar penerbang dengan personel pemadu lalu lintas penerbangan (Air - Ground communication) yang langsung, berkelanjutan dan staticdengan ketentuan :

  1. Unit yang memberikan Flight Informamation Services harus dapat berkomunikasi dengan semua penerbangan yang berada diwilayah tanggungjawabnya sesuai dengan peralatan komunikasi yang dibawa.

  2. Unit yang memberikan Area Control services harus dapat berkomunikasi dengan semua penerbangan yang berada diwilayah tanggungjawabnya sesuai dengan peralatan komunikasi yang dibawa dan jika memungkinkan dilakukan secara langsung, berkelanjutan dan static.

  3. Unit yang memberikan Approach Control service harus dapat berkomunikasi dengan semua penerbangan yang berada diwilayah tanggungjawabnya sesuai dengan peralatan komunikasi yang dibawa dan harus dilakukan langsung, berkelanjutan dan static.

  4. Unit yang memberikan pelayanan Aerodrome Control Services harus dapat berkomunikasi dengan semua penerbangan yang berada dalam radius 25 Nm dari Aerodrome terkait. Dan jika memungkinkan harus disediakan channel komunikasi terpisah untuk pengaturan pergerakan traffic di manoevering area.


Persyaratan Ground - ground Communication didalam FIR yang sama :

  1. Ground - ground Communication antar Unit ATS :

    1. Flight Information Centre harus memiliki fasilitas komunikasi dengan unit yang memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan di wilayah tanggungjawabnya, antara lain :

      1. Dengan Area Control Centre, kecuali jika unitnya digabung dengan FIC;

      2. Dengan Approch Control Unit;

      3. Dengan Aerodrome Control Tower



    2. Area Control Centre harus memiliki fasilitas komunikasi dengan unit yang memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan di wilayah tanggungjawabnya, antara lain :

      1. Dengan Flight Information Centre, kecuali jika unitnya digabung dengan ACC;

      2. Dengan Approch Control Unit;

      3. Dengan Aerodrome Control Tower,

      4. Dengan Air Traffic Services reporting Offices , ketika unit nya dibentuk terpisah



    3. Approach control Unit harus memiliki fasilitas komunikasi dengan unit yang memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan di wilayah tanggungjawabnya, antara lain :

      1. Dengan Flight Information Centre, kecuali jika unitnya digabung dengan ACC;

      2. Dengan Area Control Centre

      3. Dengan Aerodrome Control Tower,

      4. Dengan Air Traffic Services reporting Offices, ketika unit nya dibentuk terpisah.



    4. Aerodrome Control tower harus memiliki fasilitas komunikasi dengan unit yang memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan di wilayah tanggungjawabnya, antara lain :

      1. Dengan Flight Information Centre, kecuali jika unitnya digabung dengan ACC;

      2. Dengan Area Control Centre;

      3. Dengan Approch Control Unit;

      4. Dengan Air Traffic Services reporting Offices , ketika unit nya dibentuk terpisah






Persyaratan Ground - Ground Communication antar Unit ATS didalam dengan unit lain

  1. Flight Information Centre dan Area Control Centre harus memiliki fasilitas komunikasi dengan unit di wilayah tanggung jawabnya, antara lain :

    1. Dengan Unit Militer terkait;

    2. Dengan Unit yang memberikan pelayanan meteorology;

    3. Dengan Aeronautical telecomunications station;

    4. Dengan kantor Operator terkait;

    5. Dengan RCC, atau unit yang memberikan pelayanan emergency;

    6. Dengan NOTAMOffice yang memberikan pelayanan.



  2. Approach Control Unit dan Aerodrome Control Tower harus memiliki fasilitas komunikasi dengan unit di wilayah tanggung jawabnya, antara lain :

    1. Dengan Unit Militer terkait;

    2. Dengan Unit yang memberikan pelayanan penyelamatan dan emergency (rescue and emergency service) termasuk ambulance dll;

    3. Dengan Unit yang memberikan pelayanan meteorology;

    4. Dengan Aeronautical telecomunications station;

    5. Dengan unit yang memberikan Apron Management service, jika terdapat unit terpisah;

    6. Dengan NOTAM Office yang memberikan pelayanan




Fasilitas komunikasi yang dipersyaratkan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

  1. Komunikasi dengan menggunakan Direct Speech yang tersendiri atau kombinasi dengan datalink, untuk tujuan transfer control menggunakan radar atau ADSB
    Komunikasi dilakukan secara langsung (instan) namun untuk tujuan lain komunikasi yang terjalin dapat dilakukan dalam kurun waktu 15 detik.

  2. Printed communication, ketika catatan tertulis diperlukan maka waktu transit untuk tiap komunikasi tidak lebih dari 5 (lima) menit.


Jika diperlukan fasilita transfer data secara otomatis dari dan/atau menuju computer pelayanan lalu lintas penerbangan, maka penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus memastikan tersedianya recording pada fasilitas tersebut.

Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus memastikan Komunikasi dapat digunakan untuk tujuan konferensi. Penyelenggara Pelayanan lalu lintas penerbangan harus memastika fasilitas komunikasi direct speech atau data link antar Unit ATS atau Unit ATS dengan unit lain memiliki automatic recording. Fasilitas komunikasi harus
dapat disimpan sekurangnya 30 (tiga puluh) hari.

Persyaratan Ground - ground Communication pada FIR yang berbatasan :

  1. Flight Information centre dan Area control Centre harus menyediakan fasilitas komunikasi dengan semua adjacent Flight Information Centre dan Area Control Centre dengan ketentuan sebagai berikut :

    1. Fasilitas komunikasi harus memenuhi ketentuan terkait penyimpanan dan pengiriman yang sesuai dengan regional air navigation agreement.

    2. Fasilitas komunikasi harus mencakup direct speech dan data link yang memiliki automatic recording dan dapat terjalin secara langsung (instan) kecualli dijelaskan lain dalam regional air navigation agreement.

    3. Ketika dibutuhkan untuk mengurangi interception dari jalur yang ditetapkan, adjacent FIC atau ACC harus menggunakan direct speech secara terpisah atau kombinasi dengan data link kecuali telah disebutkan lain dalam regional air navigation agreement.



  2. Jika diperlukan fasilita transfer data secara otomatis dari dan/atau menuju computer pelayanan lalu lintas penerbangan, maka penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus memastikan tersedianya recording pada fasilitas tersebut.

  3. Fasilitas komunikasi harus dapat disimpan sekurangnya 30 (tiga puluh) hari.


Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus menjamin tersedianya fasilitas komunikasi di aerodrome control tower untuk mengatur pergerakan kendaraan di manoevering area.

Fasilitas komunikasi antara aerodrome control tower dengan kendaraan yang ada di manoevering area harus berada pada channel yang berbeda, dilengkapi dengan recorder dan dapat menyimpan data sekurangnya 30 (tiga puluh) hari.

Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus menjamin unit pelayanan lalu lintas penerbangan yang memberikan pelayanan  surveillace system (ADS-B, ASDC, Radar) secara otomatis direkam untuk kebutuhan investigasi accident dan incident, pencarian pertolongan serta evaluasi pada ATC dan surveillace system. System recording dapat menyimpan data sekurangnya untu 30 (tiga ) puluh hari.

Fasilitas Pelayanan lalu lintas penerbangan disesuaikan dengan kebutuhan Negara, iklim dan kondisi terrain. Fasilitas Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan terdiri dari :
Fasilitas Navigasi, Fasilitas Komunikasi, Fasilitas Pengamatan, Fasilitas Penunjang.
Fasilitas pelayanan lalu lintas penerbangan pada setiap unit pelayanan dipenuhi sesuai ketentuan perundang-undangan.

Unit Pelayanan Lalu Lintas penerbangan harus dengan segera melaporkan atau memberitahukan kepada Direktur Jenderal setiap ATS occurance yang terjadi diwilayah tanggungjawabnya. Notifikasi ATS occurance harus segera disampaikan dalam Bahasa
yang jelas, sederhana dan berisi informasi mendasar yang berhubungan dengan ATS occurance.

Laporan pemberitahuan tertulis harus diisi dan disampaikan sekurang-kurangnya 72 (tujuh puluh dua) jam setelah terjadi, sekurang-kurangnya memuat :

  1. Jenis ATS occurance.

  2. Informasi tanggal/waktu dan lokasi kejadian

  3. Nama dan posisi operasional pada Unit ATS terkait

  4. Nama pilot dan operator serta informasi detail tentang pesawat udara terkait

  5. Tempat keberangkatan terakhir dan tempat tujuan

  6. Salinan ATS log

  7. Salinan Post Flight (briefing Form)

  8. Salinan Flight Progress strip;dan

  9. Konten pemberitahuan minimal berisi tentang :

    1. aircraft identification;

    2. type of Occurence, (AIRPROX, PROCEDURE, FACILITY, etc.);

    3. date/time and position of incident (UTC);

    4. heading and route, true airspeed, level and altimeter setting, climbing, descending or level flight;

    5. any avoiding action taken;

    6. the other aircraft type and call sign or, if not known, description;

    7. the other aircraft climbing, descending or level flight;

    8. avoiding action taken by the other aircraft;

    9. distance to other aircraft;

    10. aerodrome of first landing and aerodrome of destination.




Ketentuan lebih lanjut tentang jenis kejadian dan kejadian serius sdiatur dalam peraturan perundangan.

Ketika pesawat udara yang terlibat dalam incident telah mencapai tujuan namun berada diluar wilayah tanggung jawab unit penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan yang mengalami incident, Unit penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan
dibandar udara tujuan harus diberitahu dan diminta untuk meminta laporan pilot.

Informasi yang disampaikan dari unit pelayanan lalu lintas penerbangan yang mengalami incident kepada unit pelayanan lalu lintas penerbangan tujuan meliputi :

  1. Tipe incident (AIRPROX, procedur atau fasilitas)

  2. Identifikasi dari pesawat terkait

  3. Waktu dan posisi waktu dimana incident terjadi

  4. Penjelasan detail terkait incident


Penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus menjamin bahwa semua dokumen dan rekaman yang berhubungan dengan setiap kejadian dan kejadian serius yang membahayakan keselamatan penebangan tersimpan dengan baik dan dapat diberikan untuk kebutuhan investigasi.

Dokumen dan rekaman sekurangkurangnya terdiri dari :

  1. Kronologis kejadian yang dibuat oleh personil pemandu lalu lintas penerbangan yang terlibat

  2. Transkrip dari rekaman radio antar unit ATS dan pesawat serta rekaman komunikasi antar unit ATS

  3. Salinan Flight Progress Strip dan data terkait seperti rekaman data radar (jika ada)

  4. Salinan laporan cuaca dan perkiraan cuaca pada waktu kejadian;

  5. Pernyataan dari pihak teknis terkait kondisi status peralatan.


Prosedur dan Format Pelaporan serta Proses investigasi kejadian dan kejadian serius yang membahayakan keselamatan penerbangan dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.

Pesawat udara yang melanggar wilayah udara diperingatkan dan diperintahkan untuk meninggalkan wilayah tersebut oleh personel pemandu lalu lintas penerbangan.

Pelanggaran wilayah udara meliputi :

  1. Pesawat Udara Negara Asing yang terbang ke dan dari atau melalui Wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia tidak memiliki Izin Diplomatik (diplomatic clearance) dan Izin Keamanan (security clearance);

  2. Pesawat Udara niaga asing atau Pesawat Udara bukan niaga asing tidak berjadwal yang terbang ke dan dari atau melalui Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak memiliki Izin Diplomatik (diplomatic clearance), dan Izin Keamanan (security clearance) dan Persetujuan Terbang (flight approval);

  3. Pesawat Udara Sipil Indonesia yang digunakan untuk kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal atau bukan niaga dari dan ke, melalui, atau didalam Ruang Udara yang dilayani tidak memiliki Persetujuan Terbang (flight approval);

  4. Penggunaan Pesawat Udara Sipil Indonesia untuk kegiatan bukan niaga berupa survey udara, pemetaan dan/atau foto udara, own use charter, dan joy flight pada Bandar Udara atau Pangkalan Udara yang digunakan secara bersama, Bandar Udara atau Pangkalan Udara di wilayah perbatasan, dan wilayah yang berpotensi ancaman namun tidak memiliki Izin Keamanan (security clearance);

  5. Pesawat Udara sipil yang terbang di kawasan udara terbatas (restricted area) namun tidak memiliki Izin Keamanan (security clearance);

  6. Pesawat udara negara asing yang merupakan bagian dari kapal laut atau terbang dari pangkalan udara berupa pesawat tunggal (single flight) atau berupa pesawat bentuk formasi (formation flight)yang melaksanakan hak lintas di atas Alur Laut kepulauan Indonesia atau transit pada alur yang telah ditetapkan untuk
    penerbangan namun tidak memenuhi ketentuan sebagai berikut :

    1. pesawat udara negara asing melewat laut lepas atau ZEE dan menganggu kepentingan Indonesia di Wilayah Yuridiksi

    2. perwakilan negara dari pesawat yang melaksanakan hak lintas tidak memberitahukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang luar negeri dan panglima Tentara Nasional Indonesia.

    3. Awak pesawat udara yang melaksanakan hak lintas tidak menyampaikan Flight Plan, tidak menghidupkan trasnponder, dan tidak melakukan komunikasi dengan unit pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan.

    4. Pesawat udara yang melaksanakan hak lintas tidak memiliki izin diplomatik (diplomatic clearance) dan izin keamanan (security clearance).



  7. Pesawat udara sipil asing terbang di wilayah udara diatas alur laut kepulauan Indonesia namun belum memperoleh ijin penggunaan rute penerbangan sepanjang ALKI dari Menteri Perhubungan.

  8. Pesawat udara Sipil yang terbang namun tidak memiliki rencana terbang (Flight Plan) dan tidak melakukan komunikasi dengan unit pelayanan lalu lintas penerbanganfura'dennyied aircraft).

  9. Pesawat udara sipil yang terbang diluar jalur atau rute yang ditentukan tanpa izin dari unit pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan (strayed aircraft).


Pada pelanggaran berupa Pesawat udara yang tidak memiliki rencana penerbangan dan tidak berkomunikasi, langkah-langkah yang harus dilakukan ATS unit pada, meliputi :

  1. Melakukan upaya untuk melakukan identifikasi dan komunikasi dua arah dengan pesawat udara baik berupa identifikasi melalui tanda-tanda visual maupun identifikasi melalui peralatan surveillance.

  2. menanyakan pada ATS unit lain yang berada didalam FIR tentang pesawat udara yang tidak melakukan komunikasi serta meminta bantuan ATS unit untuk melakukan upaya komunikasi dengan pesawat udara dimaksud.

  3. menanyakan pada ATS unit lain yang berada di wilayah FIR yang berdekatan tentang pesawat udara yang tidak melakukan komunikasi serta meminta bantuan ATS unit untuk melakukan upaya komunikasi dengan pesawat udara dimaksud.

  4. Berupaya untuk memperoleh informasi dari pesawat lain yang berada diarea sekitar.


Unit pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan wajib menginformasikan pesawat udara yang melanggar wilayah udara kepada aparat yang tugas dan tanggungjawabnya dibidang pertahanan negara.

Dalam hal peringatan tidak ditaati dan upaya membangun komunikasi s tidak dapat terjalin, pesawat udara TNI melakukan tindakan pengenalan secara visual, pembayangan, penghalauan dan/atau pemaksaaan mendarat dipangkalan udara atau bandar udara tertentu diwilayah negara Kesatuan republik Indonesia yang didahului dengan intersepsi.

Dalam melakukan pemaksaan mendarat terhadap pesawat udara yang melanggar, Pilot pesawat udara interseptor harus memperhatikan :

  1. Bandar Udara atau Pangkalan Udara yang dipilih adalah yang memungkinkan bagi Pesawat Udara dapat mendarat dengan aman sesuai dengan jenisnya dan kategorinya;

  2. kondisi alam memungkinkan Pesawat Udara melakukan proses pendaratan dengan aman;

  3. pesawat yang diintersepsi masih mempunyai bahan bakar yang cukup untuk mencapai Aerodrome yang dipilih dan

  4. apabila memungkinkan, Aerodrome yang dipilih merupakan salah satu yang dijelaskan secara lengkap di Aeronautical Information Publication (AIP).


Pesawat Udara yang dipaksa mendarat oleh Pesawat Udara TNI dilakukan penyelidikan awal oleh Tentara Nasional Indonesia berupa:

  1. pemeriksaan dokumen;

  2. pemeriksaan pesawat; dan

  3. pemeriksaan awak pesawat dan penumpang.


Dalam hal terdapat pelanggaran hukum dan/ atau indikasi tindak
pidana dalam penyelidikan awal, personel Pesawat Udara diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut terkait prosedur dan tata cara intersepsi pesawat udara sipil diatur dalam peraturan perundangan.

Dalam rangka menghindari tidakan intersepsi yang dilakukan pesawat udara TNI beberapa upaya hal perlu dilakukan meliputi :

  1. melakukan identifikasi terhadap semua pesawat udara sipil yang terbang diwilayah udara di dalam teritory Indonesia yang dilakukan oleh operator pesawat udara dan penerbang, penyelenggara dan unit pelayanan lau lintas penerbangan dan otoritas militer.

  2. pemenuhan aspek navigasi

  3. penerbitan informasi terkait


Tindakan yang harus dilakukan untuk Identifikasi pada pesawat udara meliputi :

  1. Mengisi dan meneruskan informasi terkait Flight Plan;

  2. Mengirimkan berita penerbangan (ATS Message) terkait;

  3. Memastikan komunikasi dua arah antara pesawat udara dan unit ATS dapat berjalan baik;

  4. menginformasikan posisi pesawat udara dan memberitahukan jika ada perubahan signifikan dari track pesawat udara yang telah ditentukan;

  5. penyediaan fasilitas yang memastikan komunikasi antara ATS Unit dan Unit TNI dapat berjalan dengan baik dan terus menerus;

  6. adanya penukaran informasi terkait pesawat udara sipil baik yang rutin maupun non rutin.

  7. Pemenuhan aspek navigasi mencakup pemenuhan ketentuan terkait airborne navigation equipment, prosedur navigational asissten oleh ATS unit dan military
    unit.


Penerbitan informasi terkait meliputi:

  1. penerbitan informasi didalam AIP terkait struktur ruang udara dalam FIR, wilayah Controlled airspace, wilayah advisory, wilayah prohibited/restricted/danger sertawilayah atau rute tertentu yang diwajibkan adanya flight plan, adanya komunikasi dua arah dan position reporting.

  2. penerbitan informasi didalam Notam terkait perubahan signifikan yang berdampak langsung terhadap operasional penerbangan.

  3. penerbitan peta penerbangan.


Ketentuan lebih lanjut pemenuhan aspek navigasi dan penerbitan informasi diatur dalam peraturan perundangan.

Sumber : PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PM 65 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 170 {CIVIL AVIATION SAFETY REGULATION PART 170) TENTANG PERATURAN LALU LINTAS PENERBANGAN (AIR TRAFFIC RULES)

Posting Komentar untuk "Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan"